Indahnya Malam Nan Fitri  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Oleh
Farah Adiba Nailul Muna


Langit senja masih setia menghiasi hari-hari di bulan Ramadhan. Angin sejuk berhembus menggugurkan dedaunan kering. Aku duduk di balik jendela kamarku. Menyaksikan lalu lalang kendaraan bermotor dan aktifitas orang-orang di luar rumah. Seperti sedang ada kesibukan yang tak bisa ditinggalkan.

Tak terasa kenikmatan Ramadhan telah usai. Puncaknya adalah besok. Di akhir Ramadhan, Idul Fitri datang dengan segala keriangannya. Dimana semua orang baik tua, muda, kecil, ataupun dewasa berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Hari raya umat islam yang selalu dinanti-nanti setiap tahunnya.

Masih teringat di benakku, hari raya Idul Fitri tahun kemarin saat keluarga kami berkumpul bersama melepas rindu dan saling bermaafan. Kulihat bingkai cokelat di sudut meja belajarku. Foto bersama keluarga besarku saat lebaran tahun lalu terpampang jelas. Mengingatkanku akan indahnya kebersamaan saat lebaran. Aah… aku rindu kebersamaan itu.

Kulirik jam dinding di tembok kamarku. Pukul 5 sore. Kurang setengah jam lagi saatnya berbuka puasa. Lalu bersiap-siap menyambut hari raya Idul Fitri besok. Setelah adzan maghrib dikumandangkan. Kini saatnya takbir menggema di seantero kota. Memecahkan kesunyian malam. Semua aktifitas masyarakat terhenti kecuali demi menyambut Idul Fitri besok. Para orang tua sibuk mempersiapkan hidangan untuk Idul Fitri. Dan anak-anak sedang asyik bermain kembang api di halaman rumah, ada juga yang pergi ke surau ataupun masjid untuk mengumandangkan takbir kemenangan. Ada juga sebagian remaja laki-laki yang bergerombol membunyikan tabuhan-tabuhan sambil bertakbir. Sedangkan yang perempuan biasanya membantu ibunya mempersiapkan jajanan untuk hari raya besok. Kemeriahan itu tak akan berhenti sebelum Idul Fitri berlalu. Perasaan bahagia akan meliputi hati setiap orang yang melaksanakan Idul Fitri. Karena semua berkah dan kerinduan terbayar sudah.

Jalanan kota ramai dengan lalu lalang masyarakat yang ingin mengetahui suasana kemeriahan menyambut hari raya. Bagi keluarga kami, moment lebaran adalah kesempatan kami semua berkumpul melepas rindu dan saling melebur dosa, bermaaf- maafan. Saat yang paling indah adalah ketika sanak saudara yang jauh dari kampung halaman datang dan berkumpul untuk merayakan lebaran bersama. Moment lebaran berarti juga saatnya mengabadikan moment kebersamaan dalam sebuah foto keluarga. Kebersamaan dan kekeluargaan itu tak hanya lewat sebingkai gambar, namun tertulis di hati kami semua.
Adzan maghrib telah berkumandang. Saatnya untuk berbuka puasa. Aku segera menyusul keluargaku yang sudah siap di meja makan. Hmm… hidangan yang nikmat siap dimakan. Tapi, doa berbuka puasa tak lupa diucapkan.



Berbuka puasa dan ibadah sholat maghrib telah dilaksanakan. Suara takbir tak henti-hentinya terdengar di telingaku. Aku terharu, aku menangis menyaksikan orang-orang dengan riangnya menyambut Idul Fitri. Ya Allah, menyebut namamu begitu indah. Menggugah hati setiap insan untuk bersujud padamu. Betapa agung namamu Ya Allah. Aku bersyukur terlahir dalam islam yang diberikan kesempatan menikmati indahnya Idul Fitri.
Tiba-tiba bunda membuka pinti kamarku. Membuyarkan lamunanku akan hari raya besok.

“ Ri, kamu gak ikut ke masjid? Temen-temen kamu rame loh disana, pada takbiran bareng. ” kata bunda.
“ Gak ah bunda, dirumah aja bantuin bunda. Lagipula di rumah atau di masjid sama aja. Gak akan mengurangi indahnya malam Idul Fitri. ” kataku menolak.
“ Ya udah deh kalau gitu. Sana cepet siapin camilan buat besok. Jangan lupa juga ya telponin kakak kamu tanyain dia udah nyampek mana. ” kata bunda menyuruhku.
“ Iya bunda, tenang aja. Aku masih mau beresin kamar. ” jawabku dengan riang.
Setelah membereskan kamar. Segera kutelpon kakakku yang saat ini dalam perjalanan pulang kerumah. Namanya Nindy, dia sedang menempuh kuliah semester awal di sebuah perguruan tinggi ternama di Jakarta. Ia jarang pulang ke rumah kecuali ketika ada liburan panjang. Aku sendiri baru saja masuk kelas satu di salah satu SMA Negeri di kotaku.
“ Assalamualaikum… ” kataku menyapa.
“ Wa’alaikumsalam… kenapa dek? ”
“ Kak udah nyampek mana nih? Kira-kira berapa jam lagi nyampek? Aku udah kangen nih? Bawa oleh-oleh apa kak? ”
“ Masih di daerah Pare. Bentar lagi juga nyampek kok. Kira-kira satu jam lagi lah. Aah… dasar kamu dek, yang ditagih oleh-olehnya aja… hmmh… ” katanya sambil ketawa.
“ Iya itukan wajib ditagih. Mumpung besok lebaran. Harus ada yang spesial dong! ” kataku merayu.
“ Yang wajib itu ibadah bukan oleh-oleh, dek. Yang spesial itu kita maaf-maafan sama keluarga, saudara, temen, dan tetangga. Dasar anak satu ini. Gak pernah waras kalau lebaran. ” katanya sambil ketawa.
“ Tuh kan mulai lagi ceramahnya. Udah ah, lagi gak pengen diceramahin. Cepetan pulang. Jangan lupa oleh-olehnya ya. Assalamualaikum. ” kataku menyuruhnya.
Langsung kuakhiri percakapan dengannya tanpa mendengar jawaban darinya. ‘ Aku sedang sibuk mempersiapkan jajanan di rumah jadi tidak perlu berlama-lama mengobrol di telepon. Lagipula nanti juga ketemu ’ pikirku dalam hati.

Hari raya idul fitri memang memberikan kesan tersendiri. Kebahagiaan, kebersamaan, rasa saling menghormati, kedekatan antar individu, dan tradisi bercampur jadi satu. Seakan dunia ini sedang tersenyum menyaksikan ribuan umat manusia saling bermaafan menghapus dosa. Perselisihan antar manusia tak mengurangi sedikitpun keindahan Idul Fitri. Karena semua dosa lebur oleh hati yang diliputi kebahagiaan dan kebersamaan di hari nan Fitri. Meskipun semua terjadi hanya sekali dalam setahun. Dan pintu maaf masih senantiasa terbuka lebar bagi semua umat manusia.

Keajaiban Hidup  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Oleh
Farah Adiba Nailul Muna

Aku terlahir dengan tubuh sempurna dan balutan darah di sekujur tubuh, dengan tangis yang menjerit. Diiringi isak tangis bahagia kedua orang tua dan orang-orang tersayang yang ada di sekelilingku. Suara merdu adzan berkumandang di telinga kananku. Menggetarkan hati orang-orang yang saat itu sedang mendengar. Dengan Melihat ke sekeliling ruang, walau saat itu aku belum mengerti apa-apa, tapi Allah menuntun nuraniku untuk faham akan semuanya. Waktu itu, aku tak pernah mengerti bagaimana aku akan melewati hari-hariku mendatang. Aku hanya mampu terbaring di atas kasur, sesekali mengumbar senyuman lucu dan terkadang tangisan nakal keluar dari mulut.
Tahun demi tahun berganti, menurut cerita yang kudengar dari kedua orangtuaku, aku mulai bisa berjalan namun belum sempurna. Kadang terjatuh, tapi aku bangga, perkembanganku begitu baik. Sepatah, dua patah kata telah mampu ku ucap saat itu. Aku mulai sering belajar memahami apa yang terjadi di sekitar. Saat aku belajar berjalan dengan senyuman bahagaia. Melihat betapa gembiranya dan senyuman bahagia kedua orangtua.

Memasuki masa anak-anak yang tak pernah lepas dari permainan. Aku belajar mengenal lingkunganku, orang-orang sekitar, dan mengenali apa yang terjadi pada diriku. Sering kali bertingkah aneh dan lucu, tak salah jika mereka kadang memarahiku. Tak meninggalkan kebiasaan itu, aku tumbuh menjadi anak yang periang, bermain bersama teman-teman dan kadang tak pernah kenal waktu.
Seiring waktu berputar, aku tak pernah berhenti mengisahkan isi hatiku. Hidupku penuh warna dan canda tawa, suka, duka slalu kualami. Bersama indahnya persahabatan dan kasih sayang. Semakin hari semakin aku memahami perkembangan hidupku, memahami diriku. Aku telah mengenal bagaimana aku harus berteman, bermain bersama, melakukan apa saja yang membuatku bahagia. Sampai akhirnya kecelakaan itu mengharuskanku menghentikan semua keceriaanku selama beberapa lama. Kecelakaan saat aku bersepeda, tiba-tiba aku terserempet motor yang sedang melaju cepat.
Ketika aku memasuki usia remaja. Terlepas dari semua kebiasaan masa anak-anak. Aku bisa mengerti lingkungan luas, aku telah berani bermimpi. Mimpi akan masa depan dan hidupku untuk diriku dan orang-orang tersayang. Aku harus bisa merengkuh dunia. Suatu keinginan yang menakjubkan. Hebat kan!

Tak cukup hanya dengan belajar dan belajar, semua kegiatan bersama teman-teman tak pernah kutinggalkan. Berlibur bersama, refreshing, hang-out bareng, dan semua kegiatan itu slalu kulakukan. Untuk melepas penat dan mencari inpirasi.
Tak hanya itu, aku mulai belajar mengenal agama dan Tuhanku. Tak pernah kutinggalkan semua yang telah tertulis dan yang telah diajarkan kedua orangtuaku. Mereka tak pernah membiarkanku melupakan kewajiban itu, semuanya harus kulakukan dengan sempurna. Aku beruntung, aku dididik di lingkungan keluarga beragama. Yang mengenal islam secara utuh.

Tentang cita-cita, mimpi, sastra, serta jiwa. Ketertarikanku terhadap dunia sastra dan menulis berawal dari sebuah buku karangan Budiman Al Hanif. Entah apa judul buku itu, aku tak mengingatnya sama sekali. Karena buku itu hilang entah kemana. Sesal kurasakan, buku yang telah membuatku berani bermimpi dan mewujudkan impianku tlah sirna dari hadapanku. Buku itu pertama kali kubeli dengan uang sakuku sendiri dan telah membuatku termotivasi untuk menciptakan mimpi, kini hilang sudah. Untung memorinya sudah kisimpan dalam memori otakku.

Cerita hidup ini tak pernah berhenti sampai kita mati. Aku semakin sulit mengungkapkan semua isi hatiku. Aku lelah menitikkan air mata. Dan yang bisa kulakukan hanya mengungkapkan dengan kata-kata. Tak ada ruginya melakukan semua itu, kini semua isi hatiku menjadi bait-bait puisi yang indah. Dan beberapa telah dimuat di beberapa surat kabar dan majalah. Aku semakin semangat untuk terus mengekspresikan mimpi-mimpiku.


Namun…Hidup ini tak lepas dari sandiwara…Saat halang dan rintang menghampiri hidup dan mimpiku…

Setiap waktu dalam hidupku, lebih banyak kuhabiskan untuk semua mimpi-mimpiku, sampai aku melupakan orang-orang yang kusayang. Orang-orang yang slalu membuatku tersenyum ceria. Sampai saat duka menghampiriku, saat aku kehilangan orang yang kusayangi untuk slamanya. Tak hanya sampai disitu, mimpi yang slama ini kubangun dengan susah payah, kini terbengkalai, tak ada hasrat sekalipun untuk kembali memainkan kembali jemari-jemari tanganku untuk melukiskan bait-bait puisi di laptopku.

Tujuh hari pertama, air mata tak henti mengalir di pipi, walau tubuh ini lunglai dan mulai terlelap sekalipun. Putus asa, kesepian, depresi, tanpa semangat hiduppun sepat meracuni benakku, meskipun aku slalu mencoba untuk bangkit dari petaka ini. Disinilah aku memahami bahwa seperti inilah dunia yang fana itu. Ternyata hidup ini berat dan sulit untuk dimengerti. Hal inilah yang telah membuatku melupakan semua mimpiku, dan mungkin ini akan menjadi luka tersendiri yang tak kan pernah terhapuskan.

Berkali-kali bayangan seseorang itu datang di depanku. Sayang semua hanya bayangan semu semata. Bayangan semu yang slalu mengingatkanku akan masa lalu dan semua mimpiku.
Saat senyuman hangat tak pernah terlihat lagi, saat tangan halusnya tak pernah menyentuhku lagi, saat tanganku tak mampu menjangkaunya lagi, saat dunia ini seakan jadi ancaman bagiku. Aku semakin tak bisa menerima semua ini. Ya Tuhan, apakah harus ku terima semua ini?. Ijinkan aku menangis!!

Ijinkan Aku Menangis
Kini kau pergi jauh
Hingga tanganku tak mampu memelukmu
Hingga kakiku tak mampu mengejarmu
Hingga mataku tak mampu menatapmu
Hingga teriak panggilku tak mampu kau dengar

Ijinkan aku menangis
Biarlah airmata ini
Jadi samudra,
Mengantarku berenang
Mencarimu

“Tapi surga itu di langit”

Dan hanya bait-bait puisi yang slalu kulukiskan untuk semua ini. Saat jiwa tak mampu menahan semua beban yang ada. Dan airmata yang jatuh hanya lukisan raga sesaat. Tak akan pernah ada habisnya untuk membayangkan kesedihan ini. “Kebijaksanaan adalah sebuah keajaiban yang dapat mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan”, itulah sepenggal kalimat dari Abraham Lincoln yang memotivasiku untuk berfikir lebih dewasa dan bijaksana.

“Every stories has an end…But in Life every endings is just a new beginning”
-Up Town Girl movie-


Rasa syukur tak henti terucap saat kini aku kembali seperti dulu. Setelah berbulan-bulan terperangkap dalam kesedihan, ketika kini ku temukan orang-orang yang kusayangi yang selalu membuatku melupakan kesedihanku, memberikan motivasi, dan do’a.
Bagiku semuanya telah berlalu dan telah tertutup rapat dalam buku biru yang mengharu biru. Kini, aku buka lembaran putih suci dalam hidupku. Mimpi, harapan, cita-cita, dan doa telah tertulis di dalamnya. Mimpi itu terlukis kembali seperti tetesan embun yang menyambut tiap pagi yang kulalui. Hari ini, esok, dan setiap hari yang kulalui akan dihiasi oleh mimpi-mimpi indah. Mimpi untuk diriku dan semua orang yang kusayangi.
Tak kuasa aku menahan air mata, saat kutuliskan semua cerita ini. Dalam linangan air mata di malam Ramadan, dihiasi pendar bintang-bintang Ramadan. Ku ucapkan do’a dan pengharapan.

“Ya Allah, tunjukkanlah kembali aku ke jalanmu yang lurus. Agar aku bisa memulai langkah-langkah yang kulalui dengan senyuman bahagia. Ya Allah, anugrahilah aku dan orang-orang yang kusayangi dengan kasih dan cintaMu. Karena ku yakin, cinta-Mu melebihi dari apa yang kupahami.”

Dan tak ada yang lebih indah dalam hidup ini selain membuatnya lebih berwarna dan bermakna. Hanya Tuhan yang berhak atas hidup ini, dan kita hanya hambaNya yang harus melakukan semua yang telah tertulis dalam jiwa dunia.
“Disela usaha yang disertai do’a…Selalu ada goda dan coba. Namun, bukan berarti Allah membenci kita…Itu hanyalah ujian yang diberikan kepada hambaNya yang dipercaya untuk menyelesikannya.

Lukisan Mimpi  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Oleh
Farah Adiba Nailul Muna

Langit senja menghiasi sepanjang pantai Lhok Nga-Aceh. Matahari tersipu di balik semua itu. Deburan ombak menghantam daratan dan kembali ke tengah lautan tanpa ada keraguan sedikitpun. Menghantam kokohnya batu karang di tepi pantai. Tapi ia masih tetap berdiri tegak meskipun terhempas deburan ombak.

Aku berjalan di sepanjang pantai Lhok Nga, untuk menghabisakan waktu senja. Melepas kepenatan dan menghapus semua siluet hitam dalam hidupku. Aku hanya ingin mencari potongan-potongan mozaik yang tlah hilang dari hidupku. Jawaban atas semua tanyaku.
Lihatlah di ujung sana, matahari tenggelam di balik langit senja. Begitu indah semuanya. Aku ingin memandang matahari terbenam tiap hari. Kau tahu, kalau kita sangat sedih, kita menyukai matahari terbenam. Ribuan pendar bintang kini menghiasi langit di sepanjang pantai Lhok Nga. Angin pantai berhembus sejuk di udara. Bulan purnama menambah terang suasana pantai. Suara deburan ombak memecah sunyi malam. dan disini dalam sebuah tempat yang asing, aku terkurung, terperangkap, sendiri, terbawa dalam lamunanku.

Aku terduduk di tepi pantai sambil mengeratkan jaket biru yang kupakai. Memandang langit, seolah menghitung benda-benda kecil keemasan yang membuat pemalas melamun. Ya, bintang-bintang itu. Dalam angan aku ingin memiliki, dan menjadikan benda paling berharga dalam hidupku. Kenapa tuhan menciptakan ribuan pendar bintang itu, kalau ternyata semua hanya bisa dipandang tanpa bisa dimiliki. Ah, sungguh aneh dunia ini.

Kudengar suara langkah kaki seseorang. Langkahnya membuyarkan lamunanku. Langkahnya semakin dekat menghampiriku. Aku gugup. Takut. Malam hari begini, di pantai yang sepi masih ada orang yang berjalan-jalan. “Jangan-jangan ada setan”, pikirku dalam hati. Kuhapus pikiran itu dalam otakku. Aku mencoba tuk tenang. Dan tiba-tiba ia menepuk bahuku, seraya berkata “Hai Farah, ngapain malam-malam gini di pantai?”. Siapa dia? Darimana ia mengenalku?, pikirku. Malam begitu gelap, sehingga tak dapat kulihat wajahnya dengan jelas. Dia masih sangat asing bagiku. Tak satupun darinya kukenali. Tapi, bagaimana ia bisa mengenalku?. Aku semakin takut. Dia, laki-laki itu dating tiba-tiba, menyapaku dan langsung duduk di depanku. Sungguh aneh.

“Kamu siapa?” tanyaku.
Tapi tak ada jawaban darinya. Ia hanya memandang jauh laut yang tak bertepi. Kulihat ia sedang mengambil sesuatu dari saku jaketnya. Entah apa, aku tak begitu pedulikannya. Aku sedang asyik memandang bintang. Dan tiba-tiba, Ia memegang tanganku, lalu memakaikan gelang di tanganku. Ku ajukan lagi pertanyaan untuknya.
“Kamu siapa sih? Kurang kerjaan aja malam-malam gini di pantai?” tanyaku.
“Kamu juga kan? Udah tahu malam malah di pantai.”
“Ya, aku bosen aja di rumah. Makanya aku kesini sambil liat bintang juga sich.”
“Emang kamu tuh dari kecil gak bisa berubah. Tiap hari kerjaannya liat bintang terus. Tuh liat bintang yang terang itu.” Katanya sambil menunjuk bintang itu.
“Hah? Darimana dia tahu kebiasaanku? Apa mungkin dia bisa baca pikiranku ya?” pikirku dalam hati.
“Kenapa sich, tiap hari mandangin bintang-bintang itu. Emangnya bintang bisa membalikkan keadaan? Gak mungkin kan..”
“Ya emang enggak. Siapa juga yang bilang iya? Gak ada kan? Kamu tuh aneh banget sich.” Kataku kesal.
“Ah, udahlah gak usah bohong segala. Selama ini kamu kan yang sebenarnya nyiksa diri kamu. Kamu kan yang selalu menghancurkan kebahagiaanmu dengan pikiran-pikiran yang gak masuk akal? Ngaku aja. Emangnya aku gak tahu apa?” Katanya tegas menasihatiku.
“Lalu apa yang kau cari saat ini? Kebahagiaan? Kesenangan untuk mengisi hatimu? Hah? Jangan mimpi deh, kamu gak akan dapetin semua itu. Perasaan tak mampulah yang slalu menghiasi hatimu. Pemikiranmu sendiri yang membuatmu melepaskan mimpi-mimpimu.” Katanya tegas sambil mengusap air mataku.
“Aku gak tahu harus gimana lagi. Mungkin apa yang udah aku lakuin salah. Emang ini yang aku bisa. Aku gak minta lebih. Aku cuma pengen semua kayak dulu. Aku juga gak mau terpuruk kayak gini terus. Emang aku ini lemah. Aku emang gak berdaya. Tapi aku udah berusaha. Dan ini hasilnya.” Kataku.
“Kamu udah mengkhianati hatimu sendiri. Kamu tahu, pengkhianatan adalah pukulan tak terduga-duga, yang kapan saja mampu hancurkan hatimu. Kalau emang kamu bisa mengenali hatimu dengan baik, Ia tak akan mengkhianatimu.”
Ya Tuhan, darimana ia tahu semua itu. Apa mungkin ia adalah orang yang kukenal? Siapa laki-laki misterius yang telah kau kirimkan ke bumi ini?. Diakah orang yang selama ini aku tunggu kehadirannya untuk menyadarkanku?. Apa aku masih pantas hidup di dunia ini setelah aku menghancurkan hidupku. Itu tanyaku yang petama Ya Allah.
“Sebenarnya kamu siapa? Kenapa kau begitu peduli padaku? Apakah aku pernah mengenalmu sebelumnya? Apa aku bisa meraih mimpiku seperti dulu dan membuat hidupku lebih bermakna?” kataku pelan.
“Jika tuhan mengijinkan, kamu pasti tahu kok siapa aku. Udahlah, kamu gak usah terlalu mikirin semua ini. Semua hanya ujian. Tugasmu hanya menjalaninya dengan ikhlas dan sabar. Aku yakin kok, kamu pasti bisa. Yang perlu kau tahu, sebelum mimpi bisa terwujud, seluruh kehidupan alam akan menguji segala sesuatu yang telah kita pelajari sepanjang jalan.” Katanya menasihatiku.
Kueratkan lagi jaket biru yang sejak tadi melekat di tubuhku. Udara memang sangat dingin malam itu. Angin berhembus semakin kencang. Lalu kupandang bintang yang paling terang itu, lama kelamaan bintang itu mulai meredup dan hilang. Dan sejenak ku berpikir, “Benar apa yang telah dikatakannya. Aku sendiri yang telah menghancurkan hidupku. Lalu apa maksud semua ini?”.
Tiba-tiba ia berkata dan membuyarkan lamunanku. “Buka matamu di tempat kau menitikkan air mata. Dan disitulah kau berada. Dan disitu pula hartamu berada.”. ia beranjak dari duduknya, dan pergi berlalu begitu saja. Tanpa kukenali siapa dia sebenarnya. Hanya gelang biru bertuliskan “FAHRIZ” yang ia berikan padaku. Apakah dia jawaban atas semua tanya dan mimpiku yang tlah hilang selama ini?.


Aku terbangun ketika pintu kamarku terbuka. Ternyata bunda yang masuk ke kamarku dan membangunkanku. Hari ini Minggu pagi, saatnya berkumpul dengan keluarga. Asyiknya. Tapi, rasanya ada yang aneh hari ini. Ada yng mengganjal di pikiranku. Tapi apa? Aku berusaha mengingatnya. Dan saat aku akan beranjak dari tempat tidurku, ada sebuah gelang biru bertuliskan “FAHRIZ”. “Dari siapa gelang ini?” pikirku heran. Aku terus mengingat-ingat apa yang tlah aku lakukan semalam.

Oh ya, mimpi itu. Mimpi tentang laki-laki misterius itu. Yang tak pernah kukenal siapa dia. Dan gelang ini, mengapa bisa ada disini?. Dan semua kata-kata yang telah diucapkannya. Aku masih mengingatnya.
Aku langsung berlari menuju kamar bunda yang ada di bawah. Langsung kupeluk erat bunda yang sedang merapikan tempat tidur. Lalu, aku membisikkan sesuatu pada bunda. “Aku sayang bunda karena Allah”. Dan tak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut bunda. Kupeluk bunda semakin erat. Dan kini aku telah menyadari semuanya. Dan aku mulai mampu mengatasi kesedihanku sedikit. Yang berarti belum sepenuhnya. Daun-daun berguguran, seluruh alam bertasbih mengucap namaMu Ya Allah. Aku ini lemah, tak bisa berbuat apa-apa tanpa kuasaMu. Kadang penuh khilaf, terhadap orangtua. Tak ada yang mampu kuberikan. Hanya itu yang mampu kuucap dari hatiku dengan tulus dan ikhlas. Semuanya telah membuat hatiku luruh.

Aku bersyukur atas apa yang tlah terjadi. Mimpi itu tlah merubah diriku. Tanpa kuasa dan cintamu, mungkin aku tak berarti lagi di dunia ini. Aku berjanji pada diriku sendiri, “Aku akan slalu memberikan yang terbaik untuk semua yang telah membuat hidupku berarti. Aku akan menjaga mimpi dan kasih sayangnya tanpa cacat sedikitpun.” Dan seluruh alam ikut mendengar janji yang tlah kuucapkan.

Tak kuasa ku menahan air mata saat kutuliskan cerita ini. Meski hanya tertulis dalam waktu singkat. Tapi semua ini tlah membuatku mengerti akan hidup ini. Dan hanya satu yang terlintas di benakku. “Manusia tidak perlu takut akan hal-hal yang tidak diketahui, kalau mereka sanggup meraih apa yang mereka butuhkan dan memahami akan semua yang terjadi. Mencoba menerima semuanya dengan ikhlas dan senyum bahagia. Dan ini kutulis sehari setelah aku kehilangan orang yang paling aku sayang dalam hidup ini. Aku telah kehilangan mimpi dan asaku, telah kehilangan bunda. Dan aku mencoba tegar meskipun sakit.

Indahnya Malam Nan Fitri  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Oleh
Farah Adiba Nailul Muna


Langit senja masih setia menghiasi hari-hari di bulan Ramadhan. Angin sejuk berhembus menggugurkan dedaunan kering. Aku duduk di balik jendela kamarku. Menyaksikan lalu lalang kendaraan bermotor dan aktifitas orang-orang di luar rumah. Seperti sedang ada kesibukan yang tak bisa ditinggalkan.

Tak terasa kenikmatan Ramadhan telah usai. Puncaknya adalah besok. Di akhir Ramadhan, Idul Fitri datang dengan segala keriangannya. Dimana semua orang baik tua, muda, kecil, ataupun dewasa berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Hari raya umat islam yang selalu dinanti-nanti setiap tahunnya.

Masih teringat di benakku, hari raya Idul Fitri tahun kemarin saat keluarga kami berkumpul bersama melepas rindu dan saling bermaafan. Kulihat bingkai cokelat di sudut meja belajarku. Foto bersama keluarga besarku saat lebaran tahun lalu terpampang jelas. Mengingatkanku akan indahnya kebersamaan saat lebaran. Aah… aku rindu kebersamaan itu.

Kulirik jam dinding di tembok kamarku. Pukul 5 sore. Kurang setengah jam lagi saatnya berbuka puasa. Lalu bersiap-siap menyambut hari raya Idul Fitri besok. Setelah adzan maghrib dikumandangkan. Kini saatnya takbir menggema di seantero kota. Memecahkan kesunyian malam. Semua aktifitas masyarakat terhenti kecuali demi menyambut Idul Fitri besok. Para orang tua sibuk mempersiapkan hidangan untuk Idul Fitri. Dan anak-anak sedang asyik bermain kembang api di halaman rumah, ada juga yang pergi ke surau ataupun masjid untuk mengumandangkan takbir kemenangan. Ada juga sebagian remaja laki-laki yang bergerombol membunyikan tabuhan-tabuhan sambil bertakbir. Sedangkan yang perempuan biasanya membantu ibunya mempersiapkan jajanan untuk hari raya besok. Kemeriahan itu tak akan berhenti sebelum Idul Fitri berlalu. Perasaan bahagia akan meliputi hati setiap orang yang melaksanakan Idul Fitri. Karena semua berkah dan kerinduan terbayar sudah.

Jalanan kota ramai dengan lalu lalang masyarakat yang ingin mengetahui suasana kemeriahan menyambut hari raya. Bagi keluarga kami, moment lebaran adalah kesempatan kami semua berkumpul melepas rindu dan saling melebur dosa, bermaaf- maafan. Saat yang paling indah adalah ketika sanak saudara yang jauh dari kampung halaman datang dan berkumpul untuk merayakan lebaran bersama. Moment lebaran berarti juga saatnya mengabadikan moment kebersamaan dalam sebuah foto keluarga. Kebersamaan dan kekeluargaan itu tak hanya lewat sebingkai gambar, namun tertulis di hati kami semua.
Adzan maghrib telah berkumandang. Saatnya untuk berbuka puasa. Aku segera menyusul keluargaku yang sudah siap di meja makan. Hmm… hidangan yang nikmat siap dimakan. Tapi, doa berbuka puasa tak lupa diucapkan.



Berbuka puasa dan ibadah sholat maghrib telah dilaksanakan. Suara takbir tak henti-hentinya terdengar di telingaku. Aku terharu, aku menangis menyaksikan orang-orang dengan riangnya menyambut Idul Fitri. Ya Allah, menyebut namamu begitu indah. Menggugah hati setiap insan untuk bersujud padamu. Betapa agung namamu Ya Allah. Aku bersyukur terlahir dalam islam yang diberikan kesempatan menikmati indahnya Idul Fitri.
Tiba-tiba bunda membuka pinti kamarku. Membuyarkan lamunanku akan hari raya besok.

“ Ri, kamu gak ikut ke masjid? Temen-temen kamu rame loh disana, pada takbiran bareng. ” kata bunda.
“ Gak ah bunda, dirumah aja bantuin bunda. Lagipula di rumah atau di masjid sama aja. Gak akan mengurangi indahnya malam Idul Fitri. ” kataku menolak.
“ Ya udah deh kalau gitu. Sana cepet siapin camilan buat besok. Jangan lupa juga ya telponin kakak kamu tanyain dia udah nyampek mana. ” kata bunda menyuruhku.
“ Iya bunda, tenang aja. Aku masih mau beresin kamar. ” jawabku dengan riang.
Setelah membereskan kamar. Segera kutelpon kakakku yang saat ini dalam perjalanan pulang kerumah. Namanya Nindy, dia sedang menempuh kuliah semester awal di sebuah perguruan tinggi ternama di Jakarta. Ia jarang pulang ke rumah kecuali ketika ada liburan panjang. Aku sendiri baru saja masuk kelas satu di salah satu SMA Negeri di kotaku.
“ Assalamualaikum… ” kataku menyapa.
“ Wa’alaikumsalam… kenapa dek? ”
“ Kak udah nyampek mana nih? Kira-kira berapa jam lagi nyampek? Aku udah kangen nih? Bawa oleh-oleh apa kak? ”
“ Masih di daerah Pare. Bentar lagi juga nyampek kok. Kira-kira satu jam lagi lah. Aah… dasar kamu dek, yang ditagih oleh-olehnya aja… hmmh… ” katanya sambil ketawa.
“ Iya itukan wajib ditagih. Mumpung besok lebaran. Harus ada yang spesial dong! ” kataku merayu.
“ Yang wajib itu ibadah bukan oleh-oleh, dek. Yang spesial itu kita maaf-maafan sama keluarga, saudara, temen, dan tetangga. Dasar anak satu ini. Gak pernah waras kalau lebaran. ” katanya sambil ketawa.
“ Tuh kan mulai lagi ceramahnya. Udah ah, lagi gak pengen diceramahin. Cepetan pulang. Jangan lupa oleh-olehnya ya. Assalamualaikum. ” kataku menyuruhnya.
Langsung kuakhiri percakapan dengannya tanpa mendengar jawaban darinya. ‘ Aku sedang sibuk mempersiapkan jajanan di rumah jadi tidak perlu berlama-lama mengobrol di telepon. Lagipula nanti juga ketemu ’ pikirku dalam hati.

Hari raya idul fitri memang memberikan kesan tersendiri. Kebahagiaan, kebersamaan, rasa saling menghormati, kedekatan antar individu, dan tradisi bercampur jadi satu. Seakan dunia ini sedang tersenyum menyaksikan ribuan umat manusia saling bermaafan menghapus dosa. Perselisihan antar manusia tak mengurangi sedikitpun keindahan Idul Fitri. Karena semua dosa lebur oleh hati yang diliputi kebahagiaan dan kebersamaan di hari nan Fitri. Meskipun semua terjadi hanya sekali dalam setahun. Dan pintu maaf masih senantiasa terbuka lebar bagi semua umat manusia.

Keajaiban Hidup  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Oleh
Farah Adiba Nailul Muna

Aku terlahir dengan tubuh sempurna dan balutan darah di sekujur tubuh, dengan tangis yang menjerit. Diiringi isak tangis bahagia kedua orang tua dan orang-orang tersayang yang ada di sekelilingku. Suara merdu adzan berkumandang di telinga kananku. Menggetarkan hati orang-orang yang saat itu sedang mendengar. Dengan Melihat ke sekeliling ruang, walau saat itu aku belum mengerti apa-apa, tapi Allah menuntun nuraniku untuk faham akan semuanya. Waktu itu, aku tak pernah mengerti bagaimana aku akan melewati hari-hariku mendatang. Aku hanya mampu terbaring di atas kasur, sesekali mengumbar senyuman lucu dan terkadang tangisan nakal keluar dari mulut.
Tahun demi tahun berganti, menurut cerita yang kudengar dari kedua orangtuaku, aku mulai bisa berjalan namun belum sempurna. Kadang terjatuh, tapi aku bangga, perkembanganku begitu baik. Sepatah, dua patah kata telah mampu ku ucap saat itu. Aku mulai sering belajar memahami apa yang terjadi di sekitar. Saat aku belajar berjalan dengan senyuman bahagaia. Melihat betapa gembiranya dan senyuman bahagia kedua orangtua.

Memasuki masa anak-anak yang tak pernah lepas dari permainan. Aku belajar mengenal lingkunganku, orang-orang sekitar, dan mengenali apa yang terjadi pada diriku. Sering kali bertingkah aneh dan lucu, tak salah jika mereka kadang memarahiku. Tak meninggalkan kebiasaan itu, aku tumbuh menjadi anak yang periang, bermain bersama teman-teman dan kadang tak pernah kenal waktu.
Seiring waktu berputar, aku tak pernah berhenti mengisahkan isi hatiku. Hidupku penuh warna dan canda tawa, suka, duka slalu kualami. Bersama indahnya persahabatan dan kasih sayang. Semakin hari semakin aku memahami perkembangan hidupku, memahami diriku. Aku telah mengenal bagaimana aku harus berteman, bermain bersama, melakukan apa saja yang membuatku bahagia. Sampai akhirnya kecelakaan itu mengharuskanku menghentikan semua keceriaanku selama beberapa lama. Kecelakaan saat aku bersepeda, tiba-tiba aku terserempet motor yang sedang melaju cepat.
Ketika aku memasuki usia remaja. Terlepas dari semua kebiasaan masa anak-anak. Aku bisa mengerti lingkungan luas, aku telah berani bermimpi. Mimpi akan masa depan dan hidupku untuk diriku dan orang-orang tersayang. Aku harus bisa merengkuh dunia. Suatu keinginan yang menakjubkan. Hebat kan!

Tak cukup hanya dengan belajar dan belajar, semua kegiatan bersama teman-teman tak pernah kutinggalkan. Berlibur bersama, refreshing, hang-out bareng, dan semua kegiatan itu slalu kulakukan. Untuk melepas penat dan mencari inpirasi.
Tak hanya itu, aku mulai belajar mengenal agama dan Tuhanku. Tak pernah kutinggalkan semua yang telah tertulis dan yang telah diajarkan kedua orangtuaku. Mereka tak pernah membiarkanku melupakan kewajiban itu, semuanya harus kulakukan dengan sempurna. Aku beruntung, aku dididik di lingkungan keluarga beragama. Yang mengenal islam secara utuh.

Tentang cita-cita, mimpi, sastra, serta jiwa. Ketertarikanku terhadap dunia sastra dan menulis berawal dari sebuah buku karangan Budiman Al Hanif. Entah apa judul buku itu, aku tak mengingatnya sama sekali. Karena buku itu hilang entah kemana. Sesal kurasakan, buku yang telah membuatku berani bermimpi dan mewujudkan impianku tlah sirna dari hadapanku. Buku itu pertama kali kubeli dengan uang sakuku sendiri dan telah membuatku termotivasi untuk menciptakan mimpi, kini hilang sudah. Untung memorinya sudah kisimpan dalam memori otakku.

Cerita hidup ini tak pernah berhenti sampai kita mati. Aku semakin sulit mengungkapkan semua isi hatiku. Aku lelah menitikkan air mata. Dan yang bisa kulakukan hanya mengungkapkan dengan kata-kata. Tak ada ruginya melakukan semua itu, kini semua isi hatiku menjadi bait-bait puisi yang indah. Dan beberapa telah dimuat di beberapa surat kabar dan majalah. Aku semakin semangat untuk terus mengekspresikan mimpi-mimpiku.


Namun…Hidup ini tak lepas dari sandiwara…Saat halang dan rintang menghampiri hidup dan mimpiku…

Setiap waktu dalam hidupku, lebih banyak kuhabiskan untuk semua mimpi-mimpiku, sampai aku melupakan orang-orang yang kusayang. Orang-orang yang slalu membuatku tersenyum ceria. Sampai saat duka menghampiriku, saat aku kehilangan orang yang kusayangi untuk slamanya. Tak hanya sampai disitu, mimpi yang slama ini kubangun dengan susah payah, kini terbengkalai, tak ada hasrat sekalipun untuk kembali memainkan kembali jemari-jemari tanganku untuk melukiskan bait-bait puisi di laptopku.

Tujuh hari pertama, air mata tak henti mengalir di pipi, walau tubuh ini lunglai dan mulai terlelap sekalipun. Putus asa, kesepian, depresi, tanpa semangat hiduppun sepat meracuni benakku, meskipun aku slalu mencoba untuk bangkit dari petaka ini. Disinilah aku memahami bahwa seperti inilah dunia yang fana itu. Ternyata hidup ini berat dan sulit untuk dimengerti. Hal inilah yang telah membuatku melupakan semua mimpiku, dan mungkin ini akan menjadi luka tersendiri yang tak kan pernah terhapuskan.

Berkali-kali bayangan seseorang itu datang di depanku. Sayang semua hanya bayangan semu semata. Bayangan semu yang slalu mengingatkanku akan masa lalu dan semua mimpiku.
Saat senyuman hangat tak pernah terlihat lagi, saat tangan halusnya tak pernah menyentuhku lagi, saat tanganku tak mampu menjangkaunya lagi, saat dunia ini seakan jadi ancaman bagiku. Aku semakin tak bisa menerima semua ini. Ya Tuhan, apakah harus ku terima semua ini?. Ijinkan aku menangis!!

Ijinkan Aku Menangis
Kini kau pergi jauh
Hingga tanganku tak mampu memelukmu
Hingga kakiku tak mampu mengejarmu
Hingga mataku tak mampu menatapmu
Hingga teriak panggilku tak mampu kau dengar

Ijinkan aku menangis
Biarlah airmata ini
Jadi samudra,
Mengantarku berenang
Mencarimu

“Tapi surga itu di langit”

Dan hanya bait-bait puisi yang slalu kulukiskan untuk semua ini. Saat jiwa tak mampu menahan semua beban yang ada. Dan airmata yang jatuh hanya lukisan raga sesaat. Tak akan pernah ada habisnya untuk membayangkan kesedihan ini. “Kebijaksanaan adalah sebuah keajaiban yang dapat mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan”, itulah sepenggal kalimat dari Abraham Lincoln yang memotivasiku untuk berfikir lebih dewasa dan bijaksana.

“Every stories has an end…But in Life every endings is just a new beginning”
-Up Town Girl movie-


Rasa syukur tak henti terucap saat kini aku kembali seperti dulu. Setelah berbulan-bulan terperangkap dalam kesedihan, ketika kini ku temukan orang-orang yang kusayangi yang selalu membuatku melupakan kesedihanku, memberikan motivasi, dan do’a.
Bagiku semuanya telah berlalu dan telah tertutup rapat dalam buku biru yang mengharu biru. Kini, aku buka lembaran putih suci dalam hidupku. Mimpi, harapan, cita-cita, dan doa telah tertulis di dalamnya. Mimpi itu terlukis kembali seperti tetesan embun yang menyambut tiap pagi yang kulalui. Hari ini, esok, dan setiap hari yang kulalui akan dihiasi oleh mimpi-mimpi indah. Mimpi untuk diriku dan semua orang yang kusayangi.
Tak kuasa aku menahan air mata, saat kutuliskan semua cerita ini. Dalam linangan air mata di malam Ramadan, dihiasi pendar bintang-bintang Ramadan. Ku ucapkan do’a dan pengharapan.

“Ya Allah, tunjukkanlah kembali aku ke jalanmu yang lurus. Agar aku bisa memulai langkah-langkah yang kulalui dengan senyuman bahagia. Ya Allah, anugrahilah aku dan orang-orang yang kusayangi dengan kasih dan cintaMu. Karena ku yakin, cinta-Mu melebihi dari apa yang kupahami.”

Dan tak ada yang lebih indah dalam hidup ini selain membuatnya lebih berwarna dan bermakna. Hanya Tuhan yang berhak atas hidup ini, dan kita hanya hambaNya yang harus melakukan semua yang telah tertulis dalam jiwa dunia.
“Disela usaha yang disertai do’a…Selalu ada goda dan coba. Namun, bukan berarti Allah membenci kita…Itu hanyalah ujian yang diberikan kepada hambaNya yang dipercaya untuk menyelesikannya.

Lukisan Mimpi  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Oleh
Farah Adiba Nailul Muna

Langit senja menghiasi sepanjang pantai Lhok Nga-Aceh. Matahari tersipu di balik semua itu. Deburan ombak menghantam daratan dan kembali ke tengah lautan tanpa ada keraguan sedikitpun. Menghantam kokohnya batu karang di tepi pantai. Tapi ia masih tetap berdiri tegak meskipun terhempas deburan ombak.

Aku berjalan di sepanjang pantai Lhok Nga, untuk menghabisakan waktu senja. Melepas kepenatan dan menghapus semua siluet hitam dalam hidupku. Aku hanya ingin mencari potongan-potongan mozaik yang tlah hilang dari hidupku. Jawaban atas semua tanyaku.
Lihatlah di ujung sana, matahari tenggelam di balik langit senja. Begitu indah semuanya. Aku ingin memandang matahari terbenam tiap hari. Kau tahu, kalau kita sangat sedih, kita menyukai matahari terbenam. Ribuan pendar bintang kini menghiasi langit di sepanjang pantai Lhok Nga. Angin pantai berhembus sejuk di udara. Bulan purnama menambah terang suasana pantai. Suara deburan ombak memecah sunyi malam. dan disini dalam sebuah tempat yang asing, aku terkurung, terperangkap, sendiri, terbawa dalam lamunanku.

Aku terduduk di tepi pantai sambil mengeratkan jaket biru yang kupakai. Memandang langit, seolah menghitung benda-benda kecil keemasan yang membuat pemalas melamun. Ya, bintang-bintang itu. Dalam angan aku ingin memiliki, dan menjadikan benda paling berharga dalam hidupku. Kenapa tuhan menciptakan ribuan pendar bintang itu, kalau ternyata semua hanya bisa dipandang tanpa bisa dimiliki. Ah, sungguh aneh dunia ini.

Kudengar suara langkah kaki seseorang. Langkahnya membuyarkan lamunanku. Langkahnya semakin dekat menghampiriku. Aku gugup. Takut. Malam hari begini, di pantai yang sepi masih ada orang yang berjalan-jalan. “Jangan-jangan ada setan”, pikirku dalam hati. Kuhapus pikiran itu dalam otakku. Aku mencoba tuk tenang. Dan tiba-tiba ia menepuk bahuku, seraya berkata “Hai Farah, ngapain malam-malam gini di pantai?”. Siapa dia? Darimana ia mengenalku?, pikirku. Malam begitu gelap, sehingga tak dapat kulihat wajahnya dengan jelas. Dia masih sangat asing bagiku. Tak satupun darinya kukenali. Tapi, bagaimana ia bisa mengenalku?. Aku semakin takut. Dia, laki-laki itu dating tiba-tiba, menyapaku dan langsung duduk di depanku. Sungguh aneh.

“Kamu siapa?” tanyaku.
Tapi tak ada jawaban darinya. Ia hanya memandang jauh laut yang tak bertepi. Kulihat ia sedang mengambil sesuatu dari saku jaketnya. Entah apa, aku tak begitu pedulikannya. Aku sedang asyik memandang bintang. Dan tiba-tiba, Ia memegang tanganku, lalu memakaikan gelang di tanganku. Ku ajukan lagi pertanyaan untuknya.
“Kamu siapa sih? Kurang kerjaan aja malam-malam gini di pantai?” tanyaku.
“Kamu juga kan? Udah tahu malam malah di pantai.”
“Ya, aku bosen aja di rumah. Makanya aku kesini sambil liat bintang juga sich.”
“Emang kamu tuh dari kecil gak bisa berubah. Tiap hari kerjaannya liat bintang terus. Tuh liat bintang yang terang itu.” Katanya sambil menunjuk bintang itu.
“Hah? Darimana dia tahu kebiasaanku? Apa mungkin dia bisa baca pikiranku ya?” pikirku dalam hati.
“Kenapa sich, tiap hari mandangin bintang-bintang itu. Emangnya bintang bisa membalikkan keadaan? Gak mungkin kan..”
“Ya emang enggak. Siapa juga yang bilang iya? Gak ada kan? Kamu tuh aneh banget sich.” Kataku kesal.
“Ah, udahlah gak usah bohong segala. Selama ini kamu kan yang sebenarnya nyiksa diri kamu. Kamu kan yang selalu menghancurkan kebahagiaanmu dengan pikiran-pikiran yang gak masuk akal? Ngaku aja. Emangnya aku gak tahu apa?” Katanya tegas menasihatiku.
“Lalu apa yang kau cari saat ini? Kebahagiaan? Kesenangan untuk mengisi hatimu? Hah? Jangan mimpi deh, kamu gak akan dapetin semua itu. Perasaan tak mampulah yang slalu menghiasi hatimu. Pemikiranmu sendiri yang membuatmu melepaskan mimpi-mimpimu.” Katanya tegas sambil mengusap air mataku.
“Aku gak tahu harus gimana lagi. Mungkin apa yang udah aku lakuin salah. Emang ini yang aku bisa. Aku gak minta lebih. Aku cuma pengen semua kayak dulu. Aku juga gak mau terpuruk kayak gini terus. Emang aku ini lemah. Aku emang gak berdaya. Tapi aku udah berusaha. Dan ini hasilnya.” Kataku.
“Kamu udah mengkhianati hatimu sendiri. Kamu tahu, pengkhianatan adalah pukulan tak terduga-duga, yang kapan saja mampu hancurkan hatimu. Kalau emang kamu bisa mengenali hatimu dengan baik, Ia tak akan mengkhianatimu.”
Ya Tuhan, darimana ia tahu semua itu. Apa mungkin ia adalah orang yang kukenal? Siapa laki-laki misterius yang telah kau kirimkan ke bumi ini?. Diakah orang yang selama ini aku tunggu kehadirannya untuk menyadarkanku?. Apa aku masih pantas hidup di dunia ini setelah aku menghancurkan hidupku. Itu tanyaku yang petama Ya Allah.
“Sebenarnya kamu siapa? Kenapa kau begitu peduli padaku? Apakah aku pernah mengenalmu sebelumnya? Apa aku bisa meraih mimpiku seperti dulu dan membuat hidupku lebih bermakna?” kataku pelan.
“Jika tuhan mengijinkan, kamu pasti tahu kok siapa aku. Udahlah, kamu gak usah terlalu mikirin semua ini. Semua hanya ujian. Tugasmu hanya menjalaninya dengan ikhlas dan sabar. Aku yakin kok, kamu pasti bisa. Yang perlu kau tahu, sebelum mimpi bisa terwujud, seluruh kehidupan alam akan menguji segala sesuatu yang telah kita pelajari sepanjang jalan.” Katanya menasihatiku.
Kueratkan lagi jaket biru yang sejak tadi melekat di tubuhku. Udara memang sangat dingin malam itu. Angin berhembus semakin kencang. Lalu kupandang bintang yang paling terang itu, lama kelamaan bintang itu mulai meredup dan hilang. Dan sejenak ku berpikir, “Benar apa yang telah dikatakannya. Aku sendiri yang telah menghancurkan hidupku. Lalu apa maksud semua ini?”.
Tiba-tiba ia berkata dan membuyarkan lamunanku. “Buka matamu di tempat kau menitikkan air mata. Dan disitulah kau berada. Dan disitu pula hartamu berada.”. ia beranjak dari duduknya, dan pergi berlalu begitu saja. Tanpa kukenali siapa dia sebenarnya. Hanya gelang biru bertuliskan “FAHRIZ” yang ia berikan padaku. Apakah dia jawaban atas semua tanya dan mimpiku yang tlah hilang selama ini?.


Aku terbangun ketika pintu kamarku terbuka. Ternyata bunda yang masuk ke kamarku dan membangunkanku. Hari ini Minggu pagi, saatnya berkumpul dengan keluarga. Asyiknya. Tapi, rasanya ada yang aneh hari ini. Ada yng mengganjal di pikiranku. Tapi apa? Aku berusaha mengingatnya. Dan saat aku akan beranjak dari tempat tidurku, ada sebuah gelang biru bertuliskan “FAHRIZ”. “Dari siapa gelang ini?” pikirku heran. Aku terus mengingat-ingat apa yang tlah aku lakukan semalam.

Oh ya, mimpi itu. Mimpi tentang laki-laki misterius itu. Yang tak pernah kukenal siapa dia. Dan gelang ini, mengapa bisa ada disini?. Dan semua kata-kata yang telah diucapkannya. Aku masih mengingatnya.
Aku langsung berlari menuju kamar bunda yang ada di bawah. Langsung kupeluk erat bunda yang sedang merapikan tempat tidur. Lalu, aku membisikkan sesuatu pada bunda. “Aku sayang bunda karena Allah”. Dan tak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut bunda. Kupeluk bunda semakin erat. Dan kini aku telah menyadari semuanya. Dan aku mulai mampu mengatasi kesedihanku sedikit. Yang berarti belum sepenuhnya. Daun-daun berguguran, seluruh alam bertasbih mengucap namaMu Ya Allah. Aku ini lemah, tak bisa berbuat apa-apa tanpa kuasaMu. Kadang penuh khilaf, terhadap orangtua. Tak ada yang mampu kuberikan. Hanya itu yang mampu kuucap dari hatiku dengan tulus dan ikhlas. Semuanya telah membuat hatiku luruh.

Aku bersyukur atas apa yang tlah terjadi. Mimpi itu tlah merubah diriku. Tanpa kuasa dan cintamu, mungkin aku tak berarti lagi di dunia ini. Aku berjanji pada diriku sendiri, “Aku akan slalu memberikan yang terbaik untuk semua yang telah membuat hidupku berarti. Aku akan menjaga mimpi dan kasih sayangnya tanpa cacat sedikitpun.” Dan seluruh alam ikut mendengar janji yang tlah kuucapkan.

Tak kuasa ku menahan air mata saat kutuliskan cerita ini. Meski hanya tertulis dalam waktu singkat. Tapi semua ini tlah membuatku mengerti akan hidup ini. Dan hanya satu yang terlintas di benakku. “Manusia tidak perlu takut akan hal-hal yang tidak diketahui, kalau mereka sanggup meraih apa yang mereka butuhkan dan memahami akan semua yang terjadi. Mencoba menerima semuanya dengan ikhlas dan senyum bahagia. Dan ini kutulis sehari setelah aku kehilangan orang yang paling aku sayang dalam hidup ini. Aku telah kehilangan mimpi dan asaku, telah kehilangan bunda. Dan aku mencoba tegar meskipun sakit.