Oleh
Farah Adiba Nailul Muna
Langit senja masih setia menghiasi hari-hari di bulan Ramadhan. Angin sejuk berhembus menggugurkan dedaunan kering. Aku duduk di balik jendela kamarku. Menyaksikan lalu lalang kendaraan bermotor dan aktifitas orang-orang di luar rumah. Seperti sedang ada kesibukan yang tak bisa ditinggalkan.
Tak terasa kenikmatan Ramadhan telah usai. Puncaknya adalah besok. Di akhir Ramadhan, Idul Fitri datang dengan segala keriangannya. Dimana semua orang baik tua, muda, kecil, ataupun dewasa berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Hari raya umat islam yang selalu dinanti-nanti setiap tahunnya.
Masih teringat di benakku, hari raya Idul Fitri tahun kemarin saat keluarga kami berkumpul bersama melepas rindu dan saling bermaafan. Kulihat bingkai cokelat di sudut meja belajarku. Foto bersama keluarga besarku saat lebaran tahun lalu terpampang jelas. Mengingatkanku akan indahnya kebersamaan saat lebaran. Aah… aku rindu kebersamaan itu.
Kulirik jam dinding di tembok kamarku. Pukul 5 sore. Kurang setengah jam lagi saatnya berbuka puasa. Lalu bersiap-siap menyambut hari raya Idul Fitri besok. Setelah adzan maghrib dikumandangkan. Kini saatnya takbir menggema di seantero kota. Memecahkan kesunyian malam. Semua aktifitas masyarakat terhenti kecuali demi menyambut Idul Fitri besok. Para orang tua sibuk mempersiapkan hidangan untuk Idul Fitri. Dan anak-anak sedang asyik bermain kembang api di halaman rumah, ada juga yang pergi ke surau ataupun masjid untuk mengumandangkan takbir kemenangan. Ada juga sebagian remaja laki-laki yang bergerombol membunyikan tabuhan-tabuhan sambil bertakbir. Sedangkan yang perempuan biasanya membantu ibunya mempersiapkan jajanan untuk hari raya besok. Kemeriahan itu tak akan berhenti sebelum Idul Fitri berlalu. Perasaan bahagia akan meliputi hati setiap orang yang melaksanakan Idul Fitri. Karena semua berkah dan kerinduan terbayar sudah.
Jalanan kota ramai dengan lalu lalang masyarakat yang ingin mengetahui suasana kemeriahan menyambut hari raya. Bagi keluarga kami, moment lebaran adalah kesempatan kami semua berkumpul melepas rindu dan saling melebur dosa, bermaaf- maafan. Saat yang paling indah adalah ketika sanak saudara yang jauh dari kampung halaman datang dan berkumpul untuk merayakan lebaran bersama. Moment lebaran berarti juga saatnya mengabadikan moment kebersamaan dalam sebuah foto keluarga. Kebersamaan dan kekeluargaan itu tak hanya lewat sebingkai gambar, namun tertulis di hati kami semua.
Adzan maghrib telah berkumandang. Saatnya untuk berbuka puasa. Aku segera menyusul keluargaku yang sudah siap di meja makan. Hmm… hidangan yang nikmat siap dimakan. Tapi, doa berbuka puasa tak lupa diucapkan.
Berbuka puasa dan ibadah sholat maghrib telah dilaksanakan. Suara takbir tak henti-hentinya terdengar di telingaku. Aku terharu, aku menangis menyaksikan orang-orang dengan riangnya menyambut Idul Fitri. Ya Allah, menyebut namamu begitu indah. Menggugah hati setiap insan untuk bersujud padamu. Betapa agung namamu Ya Allah. Aku bersyukur terlahir dalam islam yang diberikan kesempatan menikmati indahnya Idul Fitri.
Tiba-tiba bunda membuka pinti kamarku. Membuyarkan lamunanku akan hari raya besok.
“ Ri, kamu gak ikut ke masjid? Temen-temen kamu rame loh disana, pada takbiran bareng. ” kata bunda.
“ Gak ah bunda, dirumah aja bantuin bunda. Lagipula di rumah atau di masjid sama aja. Gak akan mengurangi indahnya malam Idul Fitri. ” kataku menolak.
“ Ya udah deh kalau gitu. Sana cepet siapin camilan buat besok. Jangan lupa juga ya telponin kakak kamu tanyain dia udah nyampek mana. ” kata bunda menyuruhku.
“ Iya bunda, tenang aja. Aku masih mau beresin kamar. ” jawabku dengan riang.
Setelah membereskan kamar. Segera kutelpon kakakku yang saat ini dalam perjalanan pulang kerumah. Namanya Nindy, dia sedang menempuh kuliah semester awal di sebuah perguruan tinggi ternama di Jakarta. Ia jarang pulang ke rumah kecuali ketika ada liburan panjang. Aku sendiri baru saja masuk kelas satu di salah satu SMA Negeri di kotaku.
“ Assalamualaikum… ” kataku menyapa.
“ Wa’alaikumsalam… kenapa dek? ”
“ Kak udah nyampek mana nih? Kira-kira berapa jam lagi nyampek? Aku udah kangen nih? Bawa oleh-oleh apa kak? ”
“ Masih di daerah Pare. Bentar lagi juga nyampek kok. Kira-kira satu jam lagi lah. Aah… dasar kamu dek, yang ditagih oleh-olehnya aja… hmmh… ” katanya sambil ketawa.
“ Iya itukan wajib ditagih. Mumpung besok lebaran. Harus ada yang spesial dong! ” kataku merayu.
“ Yang wajib itu ibadah bukan oleh-oleh, dek. Yang spesial itu kita maaf-maafan sama keluarga, saudara, temen, dan tetangga. Dasar anak satu ini. Gak pernah waras kalau lebaran. ” katanya sambil ketawa.
“ Tuh kan mulai lagi ceramahnya. Udah ah, lagi gak pengen diceramahin. Cepetan pulang. Jangan lupa oleh-olehnya ya. Assalamualaikum. ” kataku menyuruhnya.
Langsung kuakhiri percakapan dengannya tanpa mendengar jawaban darinya. ‘ Aku sedang sibuk mempersiapkan jajanan di rumah jadi tidak perlu berlama-lama mengobrol di telepon. Lagipula nanti juga ketemu ’ pikirku dalam hati.
Hari raya idul fitri memang memberikan kesan tersendiri. Kebahagiaan, kebersamaan, rasa saling menghormati, kedekatan antar individu, dan tradisi bercampur jadi satu. Seakan dunia ini sedang tersenyum menyaksikan ribuan umat manusia saling bermaafan menghapus dosa. Perselisihan antar manusia tak mengurangi sedikitpun keindahan Idul Fitri. Karena semua dosa lebur oleh hati yang diliputi kebahagiaan dan kebersamaan di hari nan Fitri. Meskipun semua terjadi hanya sekali dalam setahun. Dan pintu maaf masih senantiasa terbuka lebar bagi semua umat manusia.
0 komentar
Oleh
Farah Adiba Nailul Muna
Langit senja masih setia menghiasi hari-hari di bulan Ramadhan. Angin sejuk berhembus menggugurkan dedaunan kering. Aku duduk di balik jendela kamarku. Menyaksikan lalu lalang kendaraan bermotor dan aktifitas orang-orang di luar rumah. Seperti sedang ada kesibukan yang tak bisa ditinggalkan.
Tak terasa kenikmatan Ramadhan telah usai. Puncaknya adalah besok. Di akhir Ramadhan, Idul Fitri datang dengan segala keriangannya. Dimana semua orang baik tua, muda, kecil, ataupun dewasa berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Hari raya umat islam yang selalu dinanti-nanti setiap tahunnya.
Masih teringat di benakku, hari raya Idul Fitri tahun kemarin saat keluarga kami berkumpul bersama melepas rindu dan saling bermaafan. Kulihat bingkai cokelat di sudut meja belajarku. Foto bersama keluarga besarku saat lebaran tahun lalu terpampang jelas. Mengingatkanku akan indahnya kebersamaan saat lebaran. Aah… aku rindu kebersamaan itu.
Kulirik jam dinding di tembok kamarku. Pukul 5 sore. Kurang setengah jam lagi saatnya berbuka puasa. Lalu bersiap-siap menyambut hari raya Idul Fitri besok. Setelah adzan maghrib dikumandangkan. Kini saatnya takbir menggema di seantero kota. Memecahkan kesunyian malam. Semua aktifitas masyarakat terhenti kecuali demi menyambut Idul Fitri besok. Para orang tua sibuk mempersiapkan hidangan untuk Idul Fitri. Dan anak-anak sedang asyik bermain kembang api di halaman rumah, ada juga yang pergi ke surau ataupun masjid untuk mengumandangkan takbir kemenangan. Ada juga sebagian remaja laki-laki yang bergerombol membunyikan tabuhan-tabuhan sambil bertakbir. Sedangkan yang perempuan biasanya membantu ibunya mempersiapkan jajanan untuk hari raya besok. Kemeriahan itu tak akan berhenti sebelum Idul Fitri berlalu. Perasaan bahagia akan meliputi hati setiap orang yang melaksanakan Idul Fitri. Karena semua berkah dan kerinduan terbayar sudah.
Jalanan kota ramai dengan lalu lalang masyarakat yang ingin mengetahui suasana kemeriahan menyambut hari raya. Bagi keluarga kami, moment lebaran adalah kesempatan kami semua berkumpul melepas rindu dan saling melebur dosa, bermaaf- maafan. Saat yang paling indah adalah ketika sanak saudara yang jauh dari kampung halaman datang dan berkumpul untuk merayakan lebaran bersama. Moment lebaran berarti juga saatnya mengabadikan moment kebersamaan dalam sebuah foto keluarga. Kebersamaan dan kekeluargaan itu tak hanya lewat sebingkai gambar, namun tertulis di hati kami semua.
Adzan maghrib telah berkumandang. Saatnya untuk berbuka puasa. Aku segera menyusul keluargaku yang sudah siap di meja makan. Hmm… hidangan yang nikmat siap dimakan. Tapi, doa berbuka puasa tak lupa diucapkan.
Berbuka puasa dan ibadah sholat maghrib telah dilaksanakan. Suara takbir tak henti-hentinya terdengar di telingaku. Aku terharu, aku menangis menyaksikan orang-orang dengan riangnya menyambut Idul Fitri. Ya Allah, menyebut namamu begitu indah. Menggugah hati setiap insan untuk bersujud padamu. Betapa agung namamu Ya Allah. Aku bersyukur terlahir dalam islam yang diberikan kesempatan menikmati indahnya Idul Fitri.
Tiba-tiba bunda membuka pinti kamarku. Membuyarkan lamunanku akan hari raya besok.
“ Ri, kamu gak ikut ke masjid? Temen-temen kamu rame loh disana, pada takbiran bareng. ” kata bunda.
“ Gak ah bunda, dirumah aja bantuin bunda. Lagipula di rumah atau di masjid sama aja. Gak akan mengurangi indahnya malam Idul Fitri. ” kataku menolak.
“ Ya udah deh kalau gitu. Sana cepet siapin camilan buat besok. Jangan lupa juga ya telponin kakak kamu tanyain dia udah nyampek mana. ” kata bunda menyuruhku.
“ Iya bunda, tenang aja. Aku masih mau beresin kamar. ” jawabku dengan riang.
Setelah membereskan kamar. Segera kutelpon kakakku yang saat ini dalam perjalanan pulang kerumah. Namanya Nindy, dia sedang menempuh kuliah semester awal di sebuah perguruan tinggi ternama di Jakarta. Ia jarang pulang ke rumah kecuali ketika ada liburan panjang. Aku sendiri baru saja masuk kelas satu di salah satu SMA Negeri di kotaku.
“ Assalamualaikum… ” kataku menyapa.
“ Wa’alaikumsalam… kenapa dek? ”
“ Kak udah nyampek mana nih? Kira-kira berapa jam lagi nyampek? Aku udah kangen nih? Bawa oleh-oleh apa kak? ”
“ Masih di daerah Pare. Bentar lagi juga nyampek kok. Kira-kira satu jam lagi lah. Aah… dasar kamu dek, yang ditagih oleh-olehnya aja… hmmh… ” katanya sambil ketawa.
“ Iya itukan wajib ditagih. Mumpung besok lebaran. Harus ada yang spesial dong! ” kataku merayu.
“ Yang wajib itu ibadah bukan oleh-oleh, dek. Yang spesial itu kita maaf-maafan sama keluarga, saudara, temen, dan tetangga. Dasar anak satu ini. Gak pernah waras kalau lebaran. ” katanya sambil ketawa.
“ Tuh kan mulai lagi ceramahnya. Udah ah, lagi gak pengen diceramahin. Cepetan pulang. Jangan lupa oleh-olehnya ya. Assalamualaikum. ” kataku menyuruhnya.
Langsung kuakhiri percakapan dengannya tanpa mendengar jawaban darinya. ‘ Aku sedang sibuk mempersiapkan jajanan di rumah jadi tidak perlu berlama-lama mengobrol di telepon. Lagipula nanti juga ketemu ’ pikirku dalam hati.
Hari raya idul fitri memang memberikan kesan tersendiri. Kebahagiaan, kebersamaan, rasa saling menghormati, kedekatan antar individu, dan tradisi bercampur jadi satu. Seakan dunia ini sedang tersenyum menyaksikan ribuan umat manusia saling bermaafan menghapus dosa. Perselisihan antar manusia tak mengurangi sedikitpun keindahan Idul Fitri. Karena semua dosa lebur oleh hati yang diliputi kebahagiaan dan kebersamaan di hari nan Fitri. Meskipun semua terjadi hanya sekali dalam setahun. Dan pintu maaf masih senantiasa terbuka lebar bagi semua umat manusia.


Posting Komentar