Lukisan Mimpi  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Oleh
Farah Adiba Nailul Muna

Langit senja menghiasi sepanjang pantai Lhok Nga-Aceh. Matahari tersipu di balik semua itu. Deburan ombak menghantam daratan dan kembali ke tengah lautan tanpa ada keraguan sedikitpun. Menghantam kokohnya batu karang di tepi pantai. Tapi ia masih tetap berdiri tegak meskipun terhempas deburan ombak.

Aku berjalan di sepanjang pantai Lhok Nga, untuk menghabisakan waktu senja. Melepas kepenatan dan menghapus semua siluet hitam dalam hidupku. Aku hanya ingin mencari potongan-potongan mozaik yang tlah hilang dari hidupku. Jawaban atas semua tanyaku.
Lihatlah di ujung sana, matahari tenggelam di balik langit senja. Begitu indah semuanya. Aku ingin memandang matahari terbenam tiap hari. Kau tahu, kalau kita sangat sedih, kita menyukai matahari terbenam. Ribuan pendar bintang kini menghiasi langit di sepanjang pantai Lhok Nga. Angin pantai berhembus sejuk di udara. Bulan purnama menambah terang suasana pantai. Suara deburan ombak memecah sunyi malam. dan disini dalam sebuah tempat yang asing, aku terkurung, terperangkap, sendiri, terbawa dalam lamunanku.

Aku terduduk di tepi pantai sambil mengeratkan jaket biru yang kupakai. Memandang langit, seolah menghitung benda-benda kecil keemasan yang membuat pemalas melamun. Ya, bintang-bintang itu. Dalam angan aku ingin memiliki, dan menjadikan benda paling berharga dalam hidupku. Kenapa tuhan menciptakan ribuan pendar bintang itu, kalau ternyata semua hanya bisa dipandang tanpa bisa dimiliki. Ah, sungguh aneh dunia ini.

Kudengar suara langkah kaki seseorang. Langkahnya membuyarkan lamunanku. Langkahnya semakin dekat menghampiriku. Aku gugup. Takut. Malam hari begini, di pantai yang sepi masih ada orang yang berjalan-jalan. “Jangan-jangan ada setan”, pikirku dalam hati. Kuhapus pikiran itu dalam otakku. Aku mencoba tuk tenang. Dan tiba-tiba ia menepuk bahuku, seraya berkata “Hai Farah, ngapain malam-malam gini di pantai?”. Siapa dia? Darimana ia mengenalku?, pikirku. Malam begitu gelap, sehingga tak dapat kulihat wajahnya dengan jelas. Dia masih sangat asing bagiku. Tak satupun darinya kukenali. Tapi, bagaimana ia bisa mengenalku?. Aku semakin takut. Dia, laki-laki itu dating tiba-tiba, menyapaku dan langsung duduk di depanku. Sungguh aneh.

“Kamu siapa?” tanyaku.
Tapi tak ada jawaban darinya. Ia hanya memandang jauh laut yang tak bertepi. Kulihat ia sedang mengambil sesuatu dari saku jaketnya. Entah apa, aku tak begitu pedulikannya. Aku sedang asyik memandang bintang. Dan tiba-tiba, Ia memegang tanganku, lalu memakaikan gelang di tanganku. Ku ajukan lagi pertanyaan untuknya.
“Kamu siapa sih? Kurang kerjaan aja malam-malam gini di pantai?” tanyaku.
“Kamu juga kan? Udah tahu malam malah di pantai.”
“Ya, aku bosen aja di rumah. Makanya aku kesini sambil liat bintang juga sich.”
“Emang kamu tuh dari kecil gak bisa berubah. Tiap hari kerjaannya liat bintang terus. Tuh liat bintang yang terang itu.” Katanya sambil menunjuk bintang itu.
“Hah? Darimana dia tahu kebiasaanku? Apa mungkin dia bisa baca pikiranku ya?” pikirku dalam hati.
“Kenapa sich, tiap hari mandangin bintang-bintang itu. Emangnya bintang bisa membalikkan keadaan? Gak mungkin kan..”
“Ya emang enggak. Siapa juga yang bilang iya? Gak ada kan? Kamu tuh aneh banget sich.” Kataku kesal.
“Ah, udahlah gak usah bohong segala. Selama ini kamu kan yang sebenarnya nyiksa diri kamu. Kamu kan yang selalu menghancurkan kebahagiaanmu dengan pikiran-pikiran yang gak masuk akal? Ngaku aja. Emangnya aku gak tahu apa?” Katanya tegas menasihatiku.
“Lalu apa yang kau cari saat ini? Kebahagiaan? Kesenangan untuk mengisi hatimu? Hah? Jangan mimpi deh, kamu gak akan dapetin semua itu. Perasaan tak mampulah yang slalu menghiasi hatimu. Pemikiranmu sendiri yang membuatmu melepaskan mimpi-mimpimu.” Katanya tegas sambil mengusap air mataku.
“Aku gak tahu harus gimana lagi. Mungkin apa yang udah aku lakuin salah. Emang ini yang aku bisa. Aku gak minta lebih. Aku cuma pengen semua kayak dulu. Aku juga gak mau terpuruk kayak gini terus. Emang aku ini lemah. Aku emang gak berdaya. Tapi aku udah berusaha. Dan ini hasilnya.” Kataku.
“Kamu udah mengkhianati hatimu sendiri. Kamu tahu, pengkhianatan adalah pukulan tak terduga-duga, yang kapan saja mampu hancurkan hatimu. Kalau emang kamu bisa mengenali hatimu dengan baik, Ia tak akan mengkhianatimu.”
Ya Tuhan, darimana ia tahu semua itu. Apa mungkin ia adalah orang yang kukenal? Siapa laki-laki misterius yang telah kau kirimkan ke bumi ini?. Diakah orang yang selama ini aku tunggu kehadirannya untuk menyadarkanku?. Apa aku masih pantas hidup di dunia ini setelah aku menghancurkan hidupku. Itu tanyaku yang petama Ya Allah.
“Sebenarnya kamu siapa? Kenapa kau begitu peduli padaku? Apakah aku pernah mengenalmu sebelumnya? Apa aku bisa meraih mimpiku seperti dulu dan membuat hidupku lebih bermakna?” kataku pelan.
“Jika tuhan mengijinkan, kamu pasti tahu kok siapa aku. Udahlah, kamu gak usah terlalu mikirin semua ini. Semua hanya ujian. Tugasmu hanya menjalaninya dengan ikhlas dan sabar. Aku yakin kok, kamu pasti bisa. Yang perlu kau tahu, sebelum mimpi bisa terwujud, seluruh kehidupan alam akan menguji segala sesuatu yang telah kita pelajari sepanjang jalan.” Katanya menasihatiku.
Kueratkan lagi jaket biru yang sejak tadi melekat di tubuhku. Udara memang sangat dingin malam itu. Angin berhembus semakin kencang. Lalu kupandang bintang yang paling terang itu, lama kelamaan bintang itu mulai meredup dan hilang. Dan sejenak ku berpikir, “Benar apa yang telah dikatakannya. Aku sendiri yang telah menghancurkan hidupku. Lalu apa maksud semua ini?”.
Tiba-tiba ia berkata dan membuyarkan lamunanku. “Buka matamu di tempat kau menitikkan air mata. Dan disitulah kau berada. Dan disitu pula hartamu berada.”. ia beranjak dari duduknya, dan pergi berlalu begitu saja. Tanpa kukenali siapa dia sebenarnya. Hanya gelang biru bertuliskan “FAHRIZ” yang ia berikan padaku. Apakah dia jawaban atas semua tanya dan mimpiku yang tlah hilang selama ini?.


Aku terbangun ketika pintu kamarku terbuka. Ternyata bunda yang masuk ke kamarku dan membangunkanku. Hari ini Minggu pagi, saatnya berkumpul dengan keluarga. Asyiknya. Tapi, rasanya ada yang aneh hari ini. Ada yng mengganjal di pikiranku. Tapi apa? Aku berusaha mengingatnya. Dan saat aku akan beranjak dari tempat tidurku, ada sebuah gelang biru bertuliskan “FAHRIZ”. “Dari siapa gelang ini?” pikirku heran. Aku terus mengingat-ingat apa yang tlah aku lakukan semalam.

Oh ya, mimpi itu. Mimpi tentang laki-laki misterius itu. Yang tak pernah kukenal siapa dia. Dan gelang ini, mengapa bisa ada disini?. Dan semua kata-kata yang telah diucapkannya. Aku masih mengingatnya.
Aku langsung berlari menuju kamar bunda yang ada di bawah. Langsung kupeluk erat bunda yang sedang merapikan tempat tidur. Lalu, aku membisikkan sesuatu pada bunda. “Aku sayang bunda karena Allah”. Dan tak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut bunda. Kupeluk bunda semakin erat. Dan kini aku telah menyadari semuanya. Dan aku mulai mampu mengatasi kesedihanku sedikit. Yang berarti belum sepenuhnya. Daun-daun berguguran, seluruh alam bertasbih mengucap namaMu Ya Allah. Aku ini lemah, tak bisa berbuat apa-apa tanpa kuasaMu. Kadang penuh khilaf, terhadap orangtua. Tak ada yang mampu kuberikan. Hanya itu yang mampu kuucap dari hatiku dengan tulus dan ikhlas. Semuanya telah membuat hatiku luruh.

Aku bersyukur atas apa yang tlah terjadi. Mimpi itu tlah merubah diriku. Tanpa kuasa dan cintamu, mungkin aku tak berarti lagi di dunia ini. Aku berjanji pada diriku sendiri, “Aku akan slalu memberikan yang terbaik untuk semua yang telah membuat hidupku berarti. Aku akan menjaga mimpi dan kasih sayangnya tanpa cacat sedikitpun.” Dan seluruh alam ikut mendengar janji yang tlah kuucapkan.

Tak kuasa ku menahan air mata saat kutuliskan cerita ini. Meski hanya tertulis dalam waktu singkat. Tapi semua ini tlah membuatku mengerti akan hidup ini. Dan hanya satu yang terlintas di benakku. “Manusia tidak perlu takut akan hal-hal yang tidak diketahui, kalau mereka sanggup meraih apa yang mereka butuhkan dan memahami akan semua yang terjadi. Mencoba menerima semuanya dengan ikhlas dan senyum bahagia. Dan ini kutulis sehari setelah aku kehilangan orang yang paling aku sayang dalam hidup ini. Aku telah kehilangan mimpi dan asaku, telah kehilangan bunda. Dan aku mencoba tegar meskipun sakit.

Lukisan Mimpi  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Oleh
Farah Adiba Nailul Muna

Langit senja menghiasi sepanjang pantai Lhok Nga-Aceh. Matahari tersipu di balik semua itu. Deburan ombak menghantam daratan dan kembali ke tengah lautan tanpa ada keraguan sedikitpun. Menghantam kokohnya batu karang di tepi pantai. Tapi ia masih tetap berdiri tegak meskipun terhempas deburan ombak.

Aku berjalan di sepanjang pantai Lhok Nga, untuk menghabisakan waktu senja. Melepas kepenatan dan menghapus semua siluet hitam dalam hidupku. Aku hanya ingin mencari potongan-potongan mozaik yang tlah hilang dari hidupku. Jawaban atas semua tanyaku.
Lihatlah di ujung sana, matahari tenggelam di balik langit senja. Begitu indah semuanya. Aku ingin memandang matahari terbenam tiap hari. Kau tahu, kalau kita sangat sedih, kita menyukai matahari terbenam. Ribuan pendar bintang kini menghiasi langit di sepanjang pantai Lhok Nga. Angin pantai berhembus sejuk di udara. Bulan purnama menambah terang suasana pantai. Suara deburan ombak memecah sunyi malam. dan disini dalam sebuah tempat yang asing, aku terkurung, terperangkap, sendiri, terbawa dalam lamunanku.

Aku terduduk di tepi pantai sambil mengeratkan jaket biru yang kupakai. Memandang langit, seolah menghitung benda-benda kecil keemasan yang membuat pemalas melamun. Ya, bintang-bintang itu. Dalam angan aku ingin memiliki, dan menjadikan benda paling berharga dalam hidupku. Kenapa tuhan menciptakan ribuan pendar bintang itu, kalau ternyata semua hanya bisa dipandang tanpa bisa dimiliki. Ah, sungguh aneh dunia ini.

Kudengar suara langkah kaki seseorang. Langkahnya membuyarkan lamunanku. Langkahnya semakin dekat menghampiriku. Aku gugup. Takut. Malam hari begini, di pantai yang sepi masih ada orang yang berjalan-jalan. “Jangan-jangan ada setan”, pikirku dalam hati. Kuhapus pikiran itu dalam otakku. Aku mencoba tuk tenang. Dan tiba-tiba ia menepuk bahuku, seraya berkata “Hai Farah, ngapain malam-malam gini di pantai?”. Siapa dia? Darimana ia mengenalku?, pikirku. Malam begitu gelap, sehingga tak dapat kulihat wajahnya dengan jelas. Dia masih sangat asing bagiku. Tak satupun darinya kukenali. Tapi, bagaimana ia bisa mengenalku?. Aku semakin takut. Dia, laki-laki itu dating tiba-tiba, menyapaku dan langsung duduk di depanku. Sungguh aneh.

“Kamu siapa?” tanyaku.
Tapi tak ada jawaban darinya. Ia hanya memandang jauh laut yang tak bertepi. Kulihat ia sedang mengambil sesuatu dari saku jaketnya. Entah apa, aku tak begitu pedulikannya. Aku sedang asyik memandang bintang. Dan tiba-tiba, Ia memegang tanganku, lalu memakaikan gelang di tanganku. Ku ajukan lagi pertanyaan untuknya.
“Kamu siapa sih? Kurang kerjaan aja malam-malam gini di pantai?” tanyaku.
“Kamu juga kan? Udah tahu malam malah di pantai.”
“Ya, aku bosen aja di rumah. Makanya aku kesini sambil liat bintang juga sich.”
“Emang kamu tuh dari kecil gak bisa berubah. Tiap hari kerjaannya liat bintang terus. Tuh liat bintang yang terang itu.” Katanya sambil menunjuk bintang itu.
“Hah? Darimana dia tahu kebiasaanku? Apa mungkin dia bisa baca pikiranku ya?” pikirku dalam hati.
“Kenapa sich, tiap hari mandangin bintang-bintang itu. Emangnya bintang bisa membalikkan keadaan? Gak mungkin kan..”
“Ya emang enggak. Siapa juga yang bilang iya? Gak ada kan? Kamu tuh aneh banget sich.” Kataku kesal.
“Ah, udahlah gak usah bohong segala. Selama ini kamu kan yang sebenarnya nyiksa diri kamu. Kamu kan yang selalu menghancurkan kebahagiaanmu dengan pikiran-pikiran yang gak masuk akal? Ngaku aja. Emangnya aku gak tahu apa?” Katanya tegas menasihatiku.
“Lalu apa yang kau cari saat ini? Kebahagiaan? Kesenangan untuk mengisi hatimu? Hah? Jangan mimpi deh, kamu gak akan dapetin semua itu. Perasaan tak mampulah yang slalu menghiasi hatimu. Pemikiranmu sendiri yang membuatmu melepaskan mimpi-mimpimu.” Katanya tegas sambil mengusap air mataku.
“Aku gak tahu harus gimana lagi. Mungkin apa yang udah aku lakuin salah. Emang ini yang aku bisa. Aku gak minta lebih. Aku cuma pengen semua kayak dulu. Aku juga gak mau terpuruk kayak gini terus. Emang aku ini lemah. Aku emang gak berdaya. Tapi aku udah berusaha. Dan ini hasilnya.” Kataku.
“Kamu udah mengkhianati hatimu sendiri. Kamu tahu, pengkhianatan adalah pukulan tak terduga-duga, yang kapan saja mampu hancurkan hatimu. Kalau emang kamu bisa mengenali hatimu dengan baik, Ia tak akan mengkhianatimu.”
Ya Tuhan, darimana ia tahu semua itu. Apa mungkin ia adalah orang yang kukenal? Siapa laki-laki misterius yang telah kau kirimkan ke bumi ini?. Diakah orang yang selama ini aku tunggu kehadirannya untuk menyadarkanku?. Apa aku masih pantas hidup di dunia ini setelah aku menghancurkan hidupku. Itu tanyaku yang petama Ya Allah.
“Sebenarnya kamu siapa? Kenapa kau begitu peduli padaku? Apakah aku pernah mengenalmu sebelumnya? Apa aku bisa meraih mimpiku seperti dulu dan membuat hidupku lebih bermakna?” kataku pelan.
“Jika tuhan mengijinkan, kamu pasti tahu kok siapa aku. Udahlah, kamu gak usah terlalu mikirin semua ini. Semua hanya ujian. Tugasmu hanya menjalaninya dengan ikhlas dan sabar. Aku yakin kok, kamu pasti bisa. Yang perlu kau tahu, sebelum mimpi bisa terwujud, seluruh kehidupan alam akan menguji segala sesuatu yang telah kita pelajari sepanjang jalan.” Katanya menasihatiku.
Kueratkan lagi jaket biru yang sejak tadi melekat di tubuhku. Udara memang sangat dingin malam itu. Angin berhembus semakin kencang. Lalu kupandang bintang yang paling terang itu, lama kelamaan bintang itu mulai meredup dan hilang. Dan sejenak ku berpikir, “Benar apa yang telah dikatakannya. Aku sendiri yang telah menghancurkan hidupku. Lalu apa maksud semua ini?”.
Tiba-tiba ia berkata dan membuyarkan lamunanku. “Buka matamu di tempat kau menitikkan air mata. Dan disitulah kau berada. Dan disitu pula hartamu berada.”. ia beranjak dari duduknya, dan pergi berlalu begitu saja. Tanpa kukenali siapa dia sebenarnya. Hanya gelang biru bertuliskan “FAHRIZ” yang ia berikan padaku. Apakah dia jawaban atas semua tanya dan mimpiku yang tlah hilang selama ini?.


Aku terbangun ketika pintu kamarku terbuka. Ternyata bunda yang masuk ke kamarku dan membangunkanku. Hari ini Minggu pagi, saatnya berkumpul dengan keluarga. Asyiknya. Tapi, rasanya ada yang aneh hari ini. Ada yng mengganjal di pikiranku. Tapi apa? Aku berusaha mengingatnya. Dan saat aku akan beranjak dari tempat tidurku, ada sebuah gelang biru bertuliskan “FAHRIZ”. “Dari siapa gelang ini?” pikirku heran. Aku terus mengingat-ingat apa yang tlah aku lakukan semalam.

Oh ya, mimpi itu. Mimpi tentang laki-laki misterius itu. Yang tak pernah kukenal siapa dia. Dan gelang ini, mengapa bisa ada disini?. Dan semua kata-kata yang telah diucapkannya. Aku masih mengingatnya.
Aku langsung berlari menuju kamar bunda yang ada di bawah. Langsung kupeluk erat bunda yang sedang merapikan tempat tidur. Lalu, aku membisikkan sesuatu pada bunda. “Aku sayang bunda karena Allah”. Dan tak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut bunda. Kupeluk bunda semakin erat. Dan kini aku telah menyadari semuanya. Dan aku mulai mampu mengatasi kesedihanku sedikit. Yang berarti belum sepenuhnya. Daun-daun berguguran, seluruh alam bertasbih mengucap namaMu Ya Allah. Aku ini lemah, tak bisa berbuat apa-apa tanpa kuasaMu. Kadang penuh khilaf, terhadap orangtua. Tak ada yang mampu kuberikan. Hanya itu yang mampu kuucap dari hatiku dengan tulus dan ikhlas. Semuanya telah membuat hatiku luruh.

Aku bersyukur atas apa yang tlah terjadi. Mimpi itu tlah merubah diriku. Tanpa kuasa dan cintamu, mungkin aku tak berarti lagi di dunia ini. Aku berjanji pada diriku sendiri, “Aku akan slalu memberikan yang terbaik untuk semua yang telah membuat hidupku berarti. Aku akan menjaga mimpi dan kasih sayangnya tanpa cacat sedikitpun.” Dan seluruh alam ikut mendengar janji yang tlah kuucapkan.

Tak kuasa ku menahan air mata saat kutuliskan cerita ini. Meski hanya tertulis dalam waktu singkat. Tapi semua ini tlah membuatku mengerti akan hidup ini. Dan hanya satu yang terlintas di benakku. “Manusia tidak perlu takut akan hal-hal yang tidak diketahui, kalau mereka sanggup meraih apa yang mereka butuhkan dan memahami akan semua yang terjadi. Mencoba menerima semuanya dengan ikhlas dan senyum bahagia. Dan ini kutulis sehari setelah aku kehilangan orang yang paling aku sayang dalam hidup ini. Aku telah kehilangan mimpi dan asaku, telah kehilangan bunda. Dan aku mencoba tegar meskipun sakit.