“Tak ada penyakit yang tak ada obatnya.” Begitulah kutipan bunyi dari sebuah hadist yang pernah saya baca. Pada intinya semua penyakit pasti ada obatnya dan pasti bisa sembuh jika kita mau berusaha untuk sembuh dan berobat. Jaman sekarang ini telah banyak teknologi canggih dan dokter yang handal untuk mampu membantu menyembuhkan suatu penyakit namun sekarang ini penyakit makin beragam jenisnya dan mudah menyerang siapa saja.
Gue sendiri sekarang ini lagi sakit dan menurut dokter hal ini cukup parah dan harus diobati dengan rutin. Awalnya kaget memang kenapa gue bisa mengidap penyakit yang selama ini masih banyak penderitanya dan sulit dicegah. Gue gak akan sebutin apa sakit gue tapi ini nih cirri-cirinya. Disebabkan oleh bakteri dan merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia. Gue berharap hidup gue masih bisa terselamatkan dan gue bisa sembuh dari sakit ini.
Udah 2 tahun lamanya gue mengidap sakit ini. Udah 2 tahun pula gue gak terapi dan gak minum obat sama sekali. Gue juga gak tahu gimana perkembangan bakteri tersebut di dalam organ tubuh gue. Yang jelas, gue baru sadar tentang apa yang harus gue lakuin akhir-akhir ini. Gue selalu cuek dan diem kalo orang lain ngomongin soal penyakit gue ini. Mereka tahu gue sakit ini tapi gue pura-pura gak tahu sakit gue. Bukannya gue angkuh atau sombong tapi gue lebih gak mau mikirin penyakit gue. Paling juga bisa sembuh sendiri. Piker gue waktu itu.
Setelah 2 tahun itu badan gue sering sakit dan kadang muntah-muntah. Gue tetep cuek aja karena gue tetep kukuh gak mau mikirin penyakit ini. Besoknya setelah gue muntah-muntah, gue cerita ke guru gue. Gak usah gue sebutin yah siapa nama aslinya. Biasa gue panggil Bunda. Waktu itu pas jam istirahat. Gue ke ruangannya beliau. Gue cerita mendetail dan wawh kena marah besar lah gue. “Mbak, kamu itu sakit parah. Kenapa baru cerita sekarang? Terus selama ini gak minum obat? Obatnya dibuang? Dengerin Bunda ya mbak, kamu itu terlalu banyak mikir tapi gak di imbangi dengan makan yang teratur. Yaudah pokoknya nanti sore Bunda anterin ke rumah sakit.”. dan itulah sepenggal kemarahan yang menyadarkan gue. Hmh, gue Cuma diem, merenung, nangis, pengen teriak, dan semua emosi dalam diri gue bercampur jadi satu. Ngerasa bersalah sih iya, kalo ditanya orang ‘Kamu nyesel gak?’ gue jawab NYESEL BANGET. 2 tahun waktu yang lebih dari cukup untuk menyembuhkan penykit ini. Gue juga sempet periksa sampai di labolatorium juga, obat juga udah ada. Kenapa gue buang sia-sia kesempatan itu. Kata temen gue “Emang ini kan yang kamu pengen dari dulu. Gak pengen bisa sembuh. Cuek. Gak peduli siapa-siapa. Sekarang baru sadar kalo sakitnya udah parah dan baru pengen sembuh sekarang? Inget, kamu hidup buat siapa dan untuk apa? Masa lalu hanyalah kenangan yang tak harus selalu ditangisi. Manusia punya jalannya masing-masing.”. Seketika itu gue bertekad untuk sembuh dan melanjutkan hidup dan mimpi gue yang sempat tertunda.
1 minggu berlalu sejak gue pergi ke pengobatan tradisional. Gue mulai rutin minum obat. Makan teratur tanpa sambal dan minum tanpa es. Dulu, gue gak mau makan kalau gak ada sambalnya, gak mau minum kalau gak pakai soda. Kadang makan juga cuma sehari sekali, tenaga gue diforsir habis-habisan demi ngerjain hal-hal yang gue suka sampai larut malam. Aah, insomnia dating lagi. Sejenak gue harus meninggalkan kebiasaan buruk gue itu dan mencoba pola hidup sehat serta minum obat secara teratur.
Sebenarnya banyak orang yang peduli sama gue, bahkan kalo gue butuh apapun sahabat gue selalu ada disamping gue. Nasehat mereka terlalu berarti untuk di buang dan sayangnya gue baru sadar sekarang. Penyesalan selalu datang di belakang. Kita bukan malaikat yang tak pernah melakukan dosa, kita bukan benda mati yang tak pernah merasa, kita manusia yang dikaruniai jiwa dan raga untuk selalu bersyukur dan melakukan apa yang diperintahkanNya. Manusia hanyalah manusia yang terkadang lupa diri dan penuh khilaf. Setidaknya ketika kita sedang diliputi masalah, ada orang lain yang sanggup mengingatkan kita. Dan ketika itu pula Tuhan menguatkan hati kita dan mengingatkan untuk selalu bersyukur atas apa yang ada. (farah)
0 komentar
POTRET 6: Segalanya Ada Jalan Keluar!
Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in Sebuah Cerita di Balik Lensa“Tak ada penyakit yang tak ada obatnya.” Begitulah kutipan bunyi dari sebuah hadist yang pernah saya baca. Pada intinya semua penyakit pasti ada obatnya dan pasti bisa sembuh jika kita mau berusaha untuk sembuh dan berobat. Jaman sekarang ini telah banyak teknologi canggih dan dokter yang handal untuk mampu membantu menyembuhkan suatu penyakit namun sekarang ini penyakit makin beragam jenisnya dan mudah menyerang siapa saja.
Gue sendiri sekarang ini lagi sakit dan menurut dokter hal ini cukup parah dan harus diobati dengan rutin. Awalnya kaget memang kenapa gue bisa mengidap penyakit yang selama ini masih banyak penderitanya dan sulit dicegah. Gue gak akan sebutin apa sakit gue tapi ini nih cirri-cirinya. Disebabkan oleh bakteri dan merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia. Gue berharap hidup gue masih bisa terselamatkan dan gue bisa sembuh dari sakit ini.
Udah 2 tahun lamanya gue mengidap sakit ini. Udah 2 tahun pula gue gak terapi dan gak minum obat sama sekali. Gue juga gak tahu gimana perkembangan bakteri tersebut di dalam organ tubuh gue. Yang jelas, gue baru sadar tentang apa yang harus gue lakuin akhir-akhir ini. Gue selalu cuek dan diem kalo orang lain ngomongin soal penyakit gue ini. Mereka tahu gue sakit ini tapi gue pura-pura gak tahu sakit gue. Bukannya gue angkuh atau sombong tapi gue lebih gak mau mikirin penyakit gue. Paling juga bisa sembuh sendiri. Piker gue waktu itu.
Setelah 2 tahun itu badan gue sering sakit dan kadang muntah-muntah. Gue tetep cuek aja karena gue tetep kukuh gak mau mikirin penyakit ini. Besoknya setelah gue muntah-muntah, gue cerita ke guru gue. Gak usah gue sebutin yah siapa nama aslinya. Biasa gue panggil Bunda. Waktu itu pas jam istirahat. Gue ke ruangannya beliau. Gue cerita mendetail dan wawh kena marah besar lah gue. “Mbak, kamu itu sakit parah. Kenapa baru cerita sekarang? Terus selama ini gak minum obat? Obatnya dibuang? Dengerin Bunda ya mbak, kamu itu terlalu banyak mikir tapi gak di imbangi dengan makan yang teratur. Yaudah pokoknya nanti sore Bunda anterin ke rumah sakit.”. dan itulah sepenggal kemarahan yang menyadarkan gue. Hmh, gue Cuma diem, merenung, nangis, pengen teriak, dan semua emosi dalam diri gue bercampur jadi satu. Ngerasa bersalah sih iya, kalo ditanya orang ‘Kamu nyesel gak?’ gue jawab NYESEL BANGET. 2 tahun waktu yang lebih dari cukup untuk menyembuhkan penykit ini. Gue juga sempet periksa sampai di labolatorium juga, obat juga udah ada. Kenapa gue buang sia-sia kesempatan itu. Kata temen gue “Emang ini kan yang kamu pengen dari dulu. Gak pengen bisa sembuh. Cuek. Gak peduli siapa-siapa. Sekarang baru sadar kalo sakitnya udah parah dan baru pengen sembuh sekarang? Inget, kamu hidup buat siapa dan untuk apa? Masa lalu hanyalah kenangan yang tak harus selalu ditangisi. Manusia punya jalannya masing-masing.”. Seketika itu gue bertekad untuk sembuh dan melanjutkan hidup dan mimpi gue yang sempat tertunda.
1 minggu berlalu sejak gue pergi ke pengobatan tradisional. Gue mulai rutin minum obat. Makan teratur tanpa sambal dan minum tanpa es. Dulu, gue gak mau makan kalau gak ada sambalnya, gak mau minum kalau gak pakai soda. Kadang makan juga cuma sehari sekali, tenaga gue diforsir habis-habisan demi ngerjain hal-hal yang gue suka sampai larut malam. Aah, insomnia dating lagi. Sejenak gue harus meninggalkan kebiasaan buruk gue itu dan mencoba pola hidup sehat serta minum obat secara teratur.
Sebenarnya banyak orang yang peduli sama gue, bahkan kalo gue butuh apapun sahabat gue selalu ada disamping gue. Nasehat mereka terlalu berarti untuk di buang dan sayangnya gue baru sadar sekarang. Penyesalan selalu datang di belakang. Kita bukan malaikat yang tak pernah melakukan dosa, kita bukan benda mati yang tak pernah merasa, kita manusia yang dikaruniai jiwa dan raga untuk selalu bersyukur dan melakukan apa yang diperintahkanNya. Manusia hanyalah manusia yang terkadang lupa diri dan penuh khilaf. Setidaknya ketika kita sedang diliputi masalah, ada orang lain yang sanggup mengingatkan kita. Dan ketika itu pula Tuhan menguatkan hati kita dan mengingatkan untuk selalu bersyukur atas apa yang ada. (farah)


Posting Komentar