Bangku Bangku yang Mulai Pudar- Sebuah Refleksi Diri  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Kehidupan tanpa pendidikan memang tak akan membenih indah namun jika pendidikan pun sudah diatas tanduk runcing tertiup angin pula, apa yang insan bisa lakukan. Tak banyak khalayak tau strategi kecil yang dimainkan dibalik layar, ada kalanya pula semua itu disembunyikan. Namun apa yang ada dibenak semua umat yang mempunyai mata hati yang mengenang seorang pahlawan dimata mereka adalah sosok yang benar-benar berjasa dan pelipur laranya jikalau pahlawan itu ternyata menggunting dibalik lipatan yang tak seharusnya mereka lakukan. Apalagi pahlawan dengan lebel tanpa tanda jasa, siapa sih yang tak mengerti ungkapan ini. Mungkin semua plosok dan sudut-sudut pun tak asing tentang ini semua.



Udara sudah terbiasa berhembus dari tekanan yang tinggi ke rendah bahkan air laut sudah terbiasa menguap saat matahari benar-benar memberikan panasnya sinar. Semua hal di bumi ini sudah biasa terjadi namun apa yang ada jika yang tak biasa terjadi kini sudah menjadi darah dan mendaging di tubuh para pahlawan tanpa tanda jasa ini. Tak perlu munafik dan tak perlu bungkam untuk sembunyikan hal yang dianggap tak layak dilakukan. Hukum pun tidak akan ada jika tak terjadi penyimpangan, apakah yang engkau maksud ini, pahlawan tanpa tanda jasa mengatas namakan jasanya diatas segalanya.



Dan saat siang terik sudah diatas kepala ternyata tak jarang engkau rasakan udara yang berhembus atasnya. Disini kami panas, disini kami menggigil kering hampir pecah sudah bibir kami. Bahkan kami tak pernah tau arti sebuah nilai yang selama ini engkau berikan pada kami, bagi kami nilai hanya segelintir buih-buih yang berceceran di benak kami dan akan hilang pada saat yang cepat. Tanpa kita sadari kami tak pernah mengenal nilai, kami sering abaikan akhlak demi nilai yang kami inginkan dari lihaian tanganmu. Mungkin lipatan-lipatan dan lembaran-lembaran kertas nilai berarti bagai kami, sampai kami tak mengenal akhlak. Apakah arti keberadaan kami jika pahlawan panutan kami tak mengenalkan kami akhlak, ingin sekali kami mengenal akhlak dengan niat kami namun, tak sanggup kami menggapainya. Sudah lama kami ingin mengenalnya namun harga nilai-nilai yang selalu engkau hadirkan dibenak kami membuat kami semakin terpaku atas nilai, kami semakin melupakan akhlak dan mengejar nilai yang sebenarnya hal itu hanya kesemuan belaka. Semu yang tak berarti dan akan hangus di sela-sela helak nafas jika kami sudah tak duduk di bangku-bangku itu.

This entry was posted on 20.20 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar

Posting Komentar

Bangku Bangku yang Mulai Pudar- Sebuah Refleksi Diri  

Posted by: Farah Adiba Nailul Muna in

Kehidupan tanpa pendidikan memang tak akan membenih indah namun jika pendidikan pun sudah diatas tanduk runcing tertiup angin pula, apa yang insan bisa lakukan. Tak banyak khalayak tau strategi kecil yang dimainkan dibalik layar, ada kalanya pula semua itu disembunyikan. Namun apa yang ada dibenak semua umat yang mempunyai mata hati yang mengenang seorang pahlawan dimata mereka adalah sosok yang benar-benar berjasa dan pelipur laranya jikalau pahlawan itu ternyata menggunting dibalik lipatan yang tak seharusnya mereka lakukan. Apalagi pahlawan dengan lebel tanpa tanda jasa, siapa sih yang tak mengerti ungkapan ini. Mungkin semua plosok dan sudut-sudut pun tak asing tentang ini semua.



Udara sudah terbiasa berhembus dari tekanan yang tinggi ke rendah bahkan air laut sudah terbiasa menguap saat matahari benar-benar memberikan panasnya sinar. Semua hal di bumi ini sudah biasa terjadi namun apa yang ada jika yang tak biasa terjadi kini sudah menjadi darah dan mendaging di tubuh para pahlawan tanpa tanda jasa ini. Tak perlu munafik dan tak perlu bungkam untuk sembunyikan hal yang dianggap tak layak dilakukan. Hukum pun tidak akan ada jika tak terjadi penyimpangan, apakah yang engkau maksud ini, pahlawan tanpa tanda jasa mengatas namakan jasanya diatas segalanya.



Dan saat siang terik sudah diatas kepala ternyata tak jarang engkau rasakan udara yang berhembus atasnya. Disini kami panas, disini kami menggigil kering hampir pecah sudah bibir kami. Bahkan kami tak pernah tau arti sebuah nilai yang selama ini engkau berikan pada kami, bagi kami nilai hanya segelintir buih-buih yang berceceran di benak kami dan akan hilang pada saat yang cepat. Tanpa kita sadari kami tak pernah mengenal nilai, kami sering abaikan akhlak demi nilai yang kami inginkan dari lihaian tanganmu. Mungkin lipatan-lipatan dan lembaran-lembaran kertas nilai berarti bagai kami, sampai kami tak mengenal akhlak. Apakah arti keberadaan kami jika pahlawan panutan kami tak mengenalkan kami akhlak, ingin sekali kami mengenal akhlak dengan niat kami namun, tak sanggup kami menggapainya. Sudah lama kami ingin mengenalnya namun harga nilai-nilai yang selalu engkau hadirkan dibenak kami membuat kami semakin terpaku atas nilai, kami semakin melupakan akhlak dan mengejar nilai yang sebenarnya hal itu hanya kesemuan belaka. Semu yang tak berarti dan akan hangus di sela-sela helak nafas jika kami sudah tak duduk di bangku-bangku itu.

This entry was posted on 20.20 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar

Posting Komentar